Seperti dilansir Reuters, Selasa (21/6/2016), rakyat Inggris akan memilih dalam referendum yang digelar pada Kamis (23/6), apakah negaranya akan keluar dari blok 28 negara di UE atau tidak. Opsi keluarnya Inggris dari UE, atau yang juga disebut Brexit, menuai peringatan dari pemimpin dunia, kalangan investor juga perusahaan dunia.
Jika nantinya referendum menunjukkan kebanyakan warga Inggris memilih keluar dari EU, maka dampak besar diperkirakan melanda ekonomi dan politik Inggris, serta memicu kegaduhan pasar dan mengejutkan negara-negara Barat lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masing-masing kubu bertarung sengit untuk mendapat dukungan. Dengan kubu pro-EU atau 'Remain' memiliki slogan 'Britain Stronger in Europe' dalam kampanyenya, dan kubu kontra-EU atau 'Leave' memiliki slogan 'Leave and there's no going back'.
Mantan kapten timnas Inggris, David Beckham, menyatakan dukungannya untuk kubu 'Remain' pada Selasa (21/6) ini. "Untuk anak-anak kita dan anak-anak mereka nantinya, kita harus menghadapi persoalan dunia bersama dan bukan sendirian," ucapnya.
Sementara kubu 'Leave' terus menyerukan fokus pada imigrasi tak terkendali di Inggris. Mereka menyebut Perdana Menteri David Cameron telah memperingatkan empat tahun lalu, bahwa target mengurangi jumlah kedatangan imigran tidak mungkin dilakukan dengan adanya aturan UE.
Di sisi lain, keluarnya Inggris dari UE juga akan berdampak buruk pada UE sendiri. Selain krisis imigran dan kekhawatiran akan masa depan Euro, UE juga akan kehilangan anggota dengan perekonomian terbesar kedua dan kekuatan militer terkuat, jika Inggris keluar.
Polling Terbaru Tunjukkan Selisih Tipis
Polling terbaru ORB untuk surat kabar Daily Telegraph menunjukkan dukungan untuk kubu 'Remain' meningkat 5 persen menjadi 53 persen, sedangkan dukungan untuk kubu 'Leave' menurun 3 persen menjadi 46 persen. Peningkatan dan penurunan itu dibandingkan dengan polling sebelumnya.
"Seluruh pertanda dari polling terbaru ORB menunjukkan situasi menit-menit terakhir," sebut pakar strategi politik, Lynton Crosby, merujuk pada hasil referendum baru bisa diketahui hasilnya pada saat terakhir karena selisihnya tipis. Crosby pernah menjadi penasihat Partai Konservatif pada pemilu 2015.
Tak jauh berbeda, survei dari lembaga penelitian NatCen juga menunjukkan kubu 'Remain' pada posisi 53 persen dan kubu 'Leave' pada 47 persen.
Baca juga: Jo Cox, Ibu 2 Anak yang Gencar Perjuangkan Hak Pengungsi
Hasil berbeda ditunjukkan polling online oleh YouGov untuk The Times, yang menyebut kubu 'Leave' memimpin dengan 44 persen, atau naik satu persen, melawan kubu 'Remain' dengan 42 persen, atau menurun 2 persen.
Terlepas dari berbagai polling tersebut, jumlah pemilih yang menggunakan hak suara pada Kamis (24/6) nanti, akan menjadi kunci dalam referendum. Polling ORB menemukan fakta bahwa pendukung 'Remain' yang jauh lebih apatis, mulai tergerak untuk ikut memilih semakin mendekati masa referendum.
Miliarder George Soros, dalam artikelnya di surat kabar Guardian, memperingatkan bahwa memilih Inggris keluar dari UE akan memicu devaluasi yang jauh lebih besar dan kacau daripada kekacauan saat Black Wednesday, ketika tekanan pasar memaksa mata uang Inggris, Poundsterling, keluar dari Mekanisme Nilai Tukar Eropa.
Baca juga: Sebelum Dibunuh, Anggota Parlemen Inggris Pernah Diancam dan Lapor Polisi
Poundsterling sendiri telah menanjak naik dalam beberapa hari terakhir, seiring hasil polling positif yang menunjukkan kecenderungan publik memilih kubu 'Remain'. Namun tetap saja, hasil referendum diperkirakan akan sangat tipis selisihnya.
"Kubu 'Remain' mengalami peningkatan dalam beberapa hari terakhir, tapi masih bisa sangat tipis ... Saya memiliki keyakinan beberapa hari terakhir," ucap Menteri Keuangan junior, Greg Hands, kepada kalangan investor.
(nvc/Hbb)











































