Jakarta - Jumlah orang miskin DKI Jakarta sebesar 4,69% dari total penduduk. Tingkat kemiskinan anak (P0) per Maret 2017 juga berada di 6,10% atau setara 182.212 orang.
Foto
Potret Kesejahteraan Anak-anak Ibu Kota dalam Bingkai Kamera

Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta jumlah penduduk miskin per September 2020 itu naik sebesar 15.980 jiwa dibandingkan Maret 2020 menjadi 496.840 jiwa atau 4,69% dari total jumlah penduduk yang ada saat itu.
Padahal, Maret 2020 jumlah penduduk miskin DKI Jakarta juga telah mengalami kenaikan 118.860 jiwa menjadi 480.860 jiwa dibandingkan posisi September 2019 yang berjumlah 362.000 jiwa. Foto-foto ini digarap selama empat tahun terakhir dari berbagai lokasi atau tempat-tempat kumuh di sebagian besar kawasan Utara Jakarta.
Seorang anak berjalan diantara tumpukan puing dan kobaran api. Sang fotografer Pradita Utama sangat jeli memotretΒ soalΒ isu-isu sosial, budaya dan lingkungan di Jakarta Utara. Sebagai informasi, kawasan Jakara Utara terbilang sangat terbelakang dan tingkat kemiskinanya masih cukup tinggi, sehingga memudahkan ia bertemu dengan fenomena yang dinamakan ketimpangan sosial.
Inilah salah satu potret warga miskin yang ada dan tinggal di bantaran jalur Kereta Api.Β Anak-anak tampak santai dan menikmati kehidupannya meski hidup dengan segala keterbatasan yang ada.
Isu soalΒ kesejahteraan anak-anak di Jakarta menjadi menarik bila disampaikan dengan visualisasi yang menarik. Pasalnya, sebuah berita akan semakin bernilai lebih bila dampaknyaΒ diΒ masyarakat sangat besar. Masalah ketimpangan sosial,ekonomi dan budaya anak-anak di Jakarta itu bisa terlihat dengan sangat jelas dalam foto-foto berikut, antara si Kaya dan si Miskin.
Jika ada yang mengatakan ini adalah masalah klise dan permasalahan sejak dahulu itu memang benar dan tidak bisa dipungkiri. Tetapi permasalahananya adalah sudah 75 tahun kemerdekaan Indonesia, masalah seperti ini tidak pernah usai.
Perlu diketahui, Jakarta adalah sebuah kota besar yang dimana menjadi pusat Ibu Kota perekonomian di Pulau Jawa bahkan di Indonesia. Sehingga hal tersebut menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk merantau ke Jakarta dengan alasan mengadu nasib untuk lebih baik.
Sehingga terjadi urbanisasi besar-besaran di Jakarta dan membuat Jakarta menjadi kota para perantau yang ingin mencari nafkah dan kehidupan layak. Tetapi banyak para perantau di Jakarta kini menetap di Ibu Kota tersebut hingga sampai menikah dan punya anak dan hidup dibawah garis kemiskinan.
Bagi para perantau Ibu Kota yang memiliki bekal dan skill di bidang tertentu mungkin dapat bertahan dan sukses di Jakarta. Tetapi permasalahannya masih banyak para perantau yang datang ke Jakarta hanya dengan modal nekat tanpa persiapan apa-apa, sehingga terjerat dalam ketidakmampuan ekonomi dan membuat keluarganya menjadi korban khususnya anak-anak. Seperti foto-foto yang ditampilkan saat ini.
Dengan faktor itulah, banyak anak-anak yang tinggal di Jakarta harus menetap di kawasan tidak layak seperti; dibawah kolong tol, samping rel kereta api, tumpukan sampah dan harus bekerja di tempat tak seharusnya.
Selain itu di wilayah pesisir Jakarta Utara masih banyak warga yang tinggal dibawah garis kemisikinan. Biasanya mereka bekerja sebagai nelayan dan pengupas kerang hijau. Anak-anak pesisir Jakarta dikenal dengan ketangguhannya. Hal ini merupakan fakta, karena saya seringkali bertemu mereka sedang bermain di tempat tumpukan cangkang kerang hijau.
Tetapi yang dikhawatirkan adalah dapat menimbulkan potensi gizi buruk dan stutning pada anak karena lingkungan yang tidak bersih. Jika kita melihat sisi pendidikan anak-anak pesisir Jakarta Utara, saat ini mulai membaik karena mulai banyak warga yang memulai gerakan sekolah informal untuk pembentukan karakater agar menjadi pribadi yang santun dalam tutur kata dan perilaku.
Pendidikan informal itu seperti; Kelas Jurnalis Cilik, Red Nose Foundation dan Sekolah Merah Putih. Menurut keterangan warga setempat sebelum tempat pendidikan informal itu muncul, perilaku anak-anak di pesisir Jakarta cendrung keras dan kasar karena orang tua mereka yang terbilang cuek dengan pentingnya pendidikan karakter anak.
Perlu diketahui tingkat kemiskinan anak (P0) di Provinsi DKI Jakarta pada Maret 2017 adalah sebesar 6,10% yang setara dengan 182.212 orang. Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta menunjukkan, jumlah penduduk miskin di wilayah ini pada September 2020 naik 15.980 jiwa dibandingkan Maret 2020 menjadi 496.840 jiwa atau 4,69% dari total jumlah penduduk.
Padahal, pada Maret 2020 jumlah penduduk miskin DKI Jakarta juga telah mengalami kenaikan 118.860 jiwa menjadi 480.860 jiwa dibandingkan posisi September 2019 yang berjumlah 362.000 jiwa. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di DKI Jakarta. Di antaranya adalah terjadinya penurunan pendapatan masyarakat, terkontraksinya pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga, hingga merosotnya jam kerja apalagi di masa pandemi.
Menurut penelitian para peneliti dari Smeru Research Institute lewat penelitian berjudul Effect of Growing up Poor on Labor Market Outcomes: Evidence from Indonesia, yang dipublikasikan oleh Asian Development Bank Institute mengatakan anak Indonesia yang miskin akan sulit keluar dari zona miskin jika tidak dibekali pendidikan dan ekonomi yang cukup.
Penelitian itu mengungkap, anak yang pada usia 8-17 tahun hidup dalam kemiskinan, ketika bekerja pendapatannya akan 87 persen lebih rendah dari mereka yang kecilnya tidak miskin. Kesimpulan ini didapat lewat penelitian jangka panjang terhadap 22.000 orang dari 7.224 keluarga dari tahun 1993, 2000, 2007, dan 2014.
Mereka yang diteliti berasal dari 13 provinsi dan mewakili 83 persen populasi Indonesia. Adapun kemiskinan yang dimaksud adalah mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan pemerintah.
Ketujuh indikator yang dicatat para peneliti yakni kemampuan kognitif dan matematika, lama bersekolah, kapasitas paru-paru, informasi tentang bagaimana mereka mendapat pekerjaan, dan kesehatan mental.
Kesimpulannya, tingkat kemiskinan pada anak-anak di Jakarta masih tinggi, oleh karena itu bagi pejabat Pemprov atau Pemerintah Pusat yang mengatakan jika ada tingkat kemiskinan yang menurun berarti mereka tidak pernah turun di lapangan dan melihat realita yang sesungguhnya.Β