TikTok telah menandatangani kesepakatan untuk menjual sekitar 80% asetnya di Amerika Serikat (AS) kepada sejumlah pihak. Kesepakatan ini membuka jalan bagi TikTok untuk tetap beroperasi di kawasan Paman Sam di tengah tekanan regulasi terkait keamanan nasional.
Perjanjian yang sepakati pada Kamis (18/12) tersebut terjadi antara Tiktok dan ByteDance, bersama Oracle, perusahaan teknologi asal AS yang selama ini menjadi mitra penyimpanan data TikTok di Amerika Serikat, kemudian Silver Lake, perusahaan ekuitas swasta, dan MGX, investor teknologi berbasis di Abu Dhabi. Ketiganya akan membentuk entitas baru bernama TikTok USDS Joint Venture LLC.
Dalam sebuah memo internal perusahaan, CEO TikTok Shou Zi Chew mengatakan bahwa langkah ini dapat membuat platform tersebut terhindar dari larangan pemerintah AS dan tetap dapat diakses oleh lebih dari 170 juta pengguna rutin di negara itu.
Struktur kepemilikan usaha patungan ini menempatkan 50 persen saham di tangan konsorsium investor baru. Oracle, Silver Lake, dan MGX masing-masing memegang 15 persen. Sebanyak 30,1% saham akan dimiliki afiliasi investor ByteDance yang sudah ada, sementara ByteDance mempertahankan 19,9 persen. Entitas perusahaan baru ini akan dipimpin oleh dewan direksi beranggotakan tujuh orang dengan mayoritas warga negara Amerika Serikat, serta diklaim akan melindungi data warga AS dan kepentingan keamanan nasional.
Data pengguna di Amerika Serikat akan tetap disimpan dalam sistem yang dikelola oleh Oracle. Dalam memo tersebut juga disebutkan bahwa pengguna TikTok di AS akan tetap "menikmati pengalaman yang sama seperti sekarang" dan para pengiklan tetap dapat menjangkau audiens global tanpa terdampak oleh kesepakatan ini.
Algoritma TikTok akan dilatih ulang menggunakan data pengguna di Amerika Serikat untuk memastikan distribusi konten video pendek di linimasa para pengguna tidak dipengaruhi pihak luar. Pengelolaan moderasi konten dan kebijakan di AS juga akan berada di bawah kelompok bisnis baru ini.
Kesepakatan baru pemecah kebuntuan
Kesepakatan ini dijadwalkan rampung pada 22 Januari 2026. Perjanjian tersebut diperkirakan mengakhiri ketidakpastian yang berlangsung selama bertahun-tahun, di tengah upaya pemerintah AS yang memaksa ByteDance melepas bisnis TikTok setelah berulang kali muncul ancaman penutupan dengan alasan keamanan nasional AS.
TikTok, dan perusahaan induknya ByteDance, sejak lama menjadi sumber kekhawatiran bagi pemerintah AS. Para pejabat AS mencurigai ByteDance menyalurkan data sensitif pengguna warga negara Amerika kepada Cina. Tuduhan lain menyebut Cina memanfaatkan algoritma TikTok untuk menyebarkan propaganda dan disinformasi, meski pengguna tidak memilih konten tersebut.
Nasib TikTok berada dalam ketidakpastian sejak 2020, ketika Donald Trump pada masa jabatan pertamanya sebagai presiden berupaya melarang aplikasi tersebut.
Di era pemerintahan Joe Biden, AS mengesahkan undang-undang yang mewajibkan TikTok melepas bisnisnya di Amerika Serikat atau terancam dihapus dari platform aplikasi mulai Januari 2025. Aplikasi ini bahkan sempat tak bisa diakses selama beberapa jam pada Januari 2025.
Namun, Trump pada hari pertamanya kembali menjabat sebagai presiden menandatangani perintah eksekutif untuk memperpanjang tenggat waktu dan menunda potensi pelarangan. Dia mempertahankan operasional aplikasi berbagi video itu di AS dengan memberikan tiga kali perpanjangan tambahan sepanjang tahun 2025.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Pratama Indra
Editor: Muhammad Hanafi
Tonton juga video "Deal! TikTok Tanda Tangan Perjanjian Biar Nggak Dilarang AS"
(ita/ita)