Yang Dinantikan dari Kunjungan Donald Trump ke Inggris

Deutsche Welle (DW) - detikNews
Selasa, 16 Sep 2025 12:41 WIB
Jakarta -

Satu kata yang terlintas di benak saat mendengar "kunjungan kenegaraan," mungkin adalah "protokol". Terutama ketika melibatkan Keluarga Windsor. Kastel dengan nama yang sama dengan keluarga kerjaan tersebut adalah tempat di mana Raja Charles III akan menjamu Presiden AS Donald Trump selama kunjungan kenegaraannya yang kedua ke Inggris 17-19 September mendatang. Karena pekerjaan renovasi, ruang-ruang berlapis emas di Istana Buckingham tidak dapat diakses.

Biasanya presiden yang menjabat untuk kedua kalinya tidak ditawarkan untuk kunjungan kenegaraan, namun mereka dapat diundang untuk minum teh atau makan siang bersama keluarga kerajaan.

Ini adalah kali kedua Trump melakukan kunjungan kenegaraan ke Inggris, kunjungan kenegaraan sebelumnya di tahun 2019 diterima oleh Ratu Elizabeth II. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyebut kunjungan kedua ini "sangat bersejarah" dan "belum pernah terjadi sebelumnya."

Secara keseluruhan, kunjungan kenegaraan yang kurang formal (kurang Protokoler) dari presiden AS bisa dihitung jari. Selama pemerintahan Ratu Elizabeth II (1952-2022), hanya tiga acara serupa yang diadakan — dengan George W. Bush, Barack Obama, dan Trump.

Disambut prosesi kereta kuda

Trump yang awal tahun ini sempat menimbulkan kontroversi di AS setelah mengunggah cuitan "Long live the King" yang merujuk pada dirinya sendiri — akan disambut di Windsor oleh Pangeran William dan Putri Catherine pada Rabu (17/9) dengan prosesi kereta kuda kerajaan. Dalam kunjungan kenegaraan sebelumnya proses ini tidak ada mengingat logistik keamanan yang rumit jika diadakan di London.

Menurut Sky News, jadwal kunjungan kenegaraan kedua Trump ini mencakup parade militer, peletakan karangan bunga di makam Ratu Elizabeth II di Kapel St George, atraksi penerbangan Red Arrows dan jet F-35, makan malam resmi, dan acara seremonial lainnya.

Ini adalah jadwal yang dipenuhi tradisi. Namun, di balik kilauan perak dan pedang upacara tersembunyi 'ladang ranjau' protokol kerajaan, labirin penuh etiket yang bisa 'menyesatkan' para negarawan - bahkan mereka yang sudah berpengalaman.

Pelanggaran-pelanggaran protokol petinggi negara atau pasangannya

Dalam kunjungan pertamanya, Trump berjalan di depan Ratu Elizabeth II, membuat sang ratu yang bertubuh mungil tersembunyi di balik tubuh besar Trump — sebuah kesalahan yang ramai dijadikan berita utama.

Tapi Trump bukanlah pemimpin Amerika satu-satunya yang melanggar protokol kerajaan.

Pendahulunya, Joe Biden mengenakan kacamata hitam Ray-Ban aviator andalannya saat menyapa Ratu dalam kunjungannya di tahun 2021. Hal ini membuat para ahli etiket Inggris geleng-geleng kepala.

"Saat bertemu Ratu secara langsung, tidak boleh memakai kacamata hitam atau sejenisnya karena kontak mata sangat penting dalam perkenalan," kata Grant Harrold, pelayan kerajaan yang melayani Pangeran Charles saat itu, kepada Newsweek.

Pada tahun 2019, Michelle Obama pernah merangkul Ratu Elizabeth dari belakang, sebuah gestur yang menghangatkan hati tapi juga mengejutkan.

Dalam memoarnya "Becoming", Michelle menyebut bahwa momen itu terjadi saat kaki merasa lelah dan mereka mengekspresikan rasa kemanusiaan yang sama: "Lupa bahwa Ratu Elizabeth mengenakan mahkota berlian dan bahwa saya datang ke London dengan pesawat kepresidenan: Kami hanyalah dua perempuan lelah yang terhimpit sepatu kami. Saya lalu melakukan apa yang secara naluriah saya lakukan setiap kali merasa terhubung dengan orang baru, yakni mengekspresikan perasaan saya secara terbuka. Saya meletakkan tangan dengan penuh kasih sayang di bahunya."

Michelle menambahkan jika tindakannya dianggap "tidak pantas" secara protokol, "setidaknya saya telah melakukan hal yang manusiawi."

Menelusuri kembali ke era Camelot di Washington D.C., kunjungan Jackie Kennedy pada tahun 1961 bersama Presiden John F. Kennedy tampaknya mengguncang dunia kerajaan.

Seperti yang digambarkan dalam serial Netflix "The Crown," kehadiran gemilangnya dilaporkan membuat Ratu Elizabeth II yang saat itu masih muda merasa terganggu, karena merasa tersaingi oleh pesona dan kecerdasan Ibu Negara AS tersebut. Episode tersebut mungkin didramatisir, tetapi berhasil menampilkan ketegangan yang mungkin timbul ketika seremoni Inggris bertemu dengan karisma Amerika.

Tetap tenang meski canggung

Ratu Elizabeth II, yang menjadi tuan rumah di tiap kunjungan kenegaraan presiden AS - dari Presiden Truman hingga Biden (kecuali Lyndon B. Johnson), menguasai seni diplomasi dengan sempurna. Ia tenang dan humoris meski menghadapi momen canggung - seperti saat George W. Bush pada kunjungannya di tahun 2007 menyebut sang ratu pernah mengunjungi AS pada 1776, padahal sang ratu lahir di tahun 1926.

Sikap tenang jadi pesonanya menghadapi kedatangan yang terlambat, gestur yang berlebihan, atau kesalahan dalam percakapan. Ratu jarang menunjukkan reaksinya.

Kini, King Charles III melanjutkan peran ini dengan gaya yang lebih santai dan komunikatif, namun tekanan diplomatik atasnya tetap tinggi.

Momen yang berpotensi jadi Meme Internet

Dalam setiap pertemuan tinggi, setiap jabat tangan, langkah, pandangan, atau pilihan busana begitu diperhatikan dan berpotensi jadi meme internet (video atau gambar yang jadi bahasa baru di internet). Trump tak pernah menghindar dari sorotan, sering menghadirkan momen seperti jabat tangan khasnya yang kuat atau memberi komentar spontan di luar naskah pidato.

Pada bulan Juli dalam suatu konferensi pers di Skotlandia, Trump mengkritik Wali Kota London, Sadiq Khan menyebutnya "orang jahat" yang "melakukan pekerjaan buruk," hal ini membuat Perdana Menteri Starmer terkejut.

Meskipun terkendala protokol, kunjungan kenegaraan bertujuan mempererat hubungan negara dan menguatkan aliansi. Undangan resmi kunjungan kenegaraan diberikan oleh raja Inggris atas saran pemerintah.

Karena situasi geopolitik dan sifat Trump yang bisa memicu atau meredakan ketegangan, media Inggris menyebut kunjungannya sebagai "serangan atas pesona kerajaan" dan "acara basa-basi".

Lord Simon McDonald, mantan sekretaris jenderal Kementerian Luar Negeri dan kepala Layanan Diplomatik mengatakan kepada Sky News kunjungan ini "bukan sekadar kereta kuda dan kemewahan, tapi mengenai agenda dunia."

Namun, bagi media dan publik, yang menarik adalah kemegahan upacara — dan potensi kesalahan — yang membuat kunjungan semacam ini menarik dengan kemungkinan menjadi bahan liputan, klik, dan perbincangan.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Sorta Caroline

Editor: Yuniman Farid

width="1" height="1" />

Simak juga Video 'Trump Pastikan Israel Tak Akan Serang Qatar Lagi':




(ita/ita)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork