Minim Suara di Lumbung Sendiri

Partai Golkar Kritis (1)

Minim Suara di Lumbung Sendiri

- detikNews
Kamis, 24 Apr 2008 09:12 WIB
Jakarta - Dua hari terakhir kantor DPD I Partai Golkar di Jalan KH Wahid Hasyim, Medan, pengurus Golkar di wilayah Sumatera Utara berkumpul. Mereka mengevaluasi kekalahan jago mereka, pasangan Ali Umri dan Maratua Simanjuntak, di pemilihan gubernur Sumatera. Berdasarkan hasil perhitungan cepat Lembaga Survei Indonesia (LSI), pasangan ini menempati posisi juru kunci. Hasil perhitungan suara versi KPUD Sumut yang dirilis 23 April lalu, pasangan Ali Umri-H dan Maratua Simanjuntak hanya memperoleh 685.516 suara dari sekitar 12 juta pemilih tetap di Sumut.

Hasil tersebut tentu tidak mengenakan. Kekalahan telak Ali Umri dari pasangan Syamsul Arifin-Gatot Pujonugroho, yang digadang PKS dan PPP diduga akibat mogoknya mesin politik Golkar di Sumut." Hasil evaluasi belum selesai dilakukan. Tapi dugaan kami suara Golkar memang kurang solid karena terpecah ke pasangan lain," jelas Azis Angkat, Sekertaris DPD Partai Golkar, Sumatera Utara saat dihubungi detikcom Rabu, 23 April.

Pecahnya suara Golkar karena tiga kadernya ikut bertarung di satu arena, yakni Ali Umri, Syamsul Arifin, dan Abdul Wahab Dalimunthe. Namun dari ketiga nama yang diusung hanya Ali Umri yang mendapat restu dari pimpinan pusat Partai Golkar. Sedangkan Syamsul Arifin, yang sebelumnya menjabat Bupati Langkat sekaligus penasihat Golkar di Langkat dipecat dari keanggotaannya. Sedangkan Abdul Wahab Dalimunthe, Ketua DPRD Sumut di recall. Keduanya diberhentikan Januari silam karena tetap nekat mencalonkan diri dalam pemilihan gubernur Sumut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akhirnya keduanya maju dengan kendaraan politik lain. Abdul Wahab Dalimunthe masuk ke arena pilgub melalui Partai Demokrat, PAN dan PBR. Sedangkan Syamsul Arifin maju melalui PPP dan PKS. Uniknya, dua kader 'beringin' yang dianggap mbalelo oleh bosnya di pusat, perolehan suaranya justru melampaui Ali Umri. "Ini hanya karena ikatan batin sesama kader masih kuat. Sehingga suara Golkar terpecah," elak Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, Priyo Budi Santoso.

Sementara menurut penilaian mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung, kekalahan Golkar di pilkada Sumut dan karena tidak solid dan DPP sangat intervensi. β€œSaya melihat, Partai Golkar tidak solid. Ini yang menjadi sebab kekalahan Golkar di sejumlah daerah yang menjadi basis massanya.

Soal intervensi pimpinan Golkar di tingkat pusat juga diakui UU Rukmana, Ketua DPD I Jawa Barat. Menurutnya, saat pilgub Jawa Barat, sejumlah kader sebenarnya kurang sreg dengan Danny Setiawan. Ia kemudian bertutur, sebelum calon gubernur diketuk, sejumlah pengurus Golkar di Jawa Barat telah melakukan survei tentang sosok calon yang akan diusung serta parpol yang akan diajak berkoalisi.

Penjajakan yang dilakukan Golkar Jawa Barat dengan mencoba berkoalisi dengan PKS. Tapi keinginan itu kandas karena banyak kader di sejumlah DPC, terutama di wilayah pantura lebih menginginkan kalau Golkar mengusung pasangan Agum Gumelar dan Numan Abdul Hakim. "Sejumlah DPC sebenarnya lebih lebih respek ke Agum waktu itu," ujar Rukmana kepada detikcom.

Tapi menjelang batas akhir pencalonan, DPP Partai Golkar kemudian memberi komando kalau kader Golkar di Jawa Barat wajib berkoalisi dengan Partai Demokrat dengan mencalonkan Danny Setiawan dan Iwan Sulandjana (Da'i). "persentasenya lebih besar dari pusat soal pencalonan pasangan Da'i, dibanding dari DPD," ujarnya.

Sebab Ketua Umum Jusuf Kalla (JK) dan DPP Partai Golkar, waktu itu menganggap, Danny Setiawan selama lima tahun berkuasa, telah berhasil memimpin Jabar. Salah satu indikasinya, adanya pertumbuhan ekonomi dan laju investasi yang cukup signifikan serta terjaganya stabilitas dan kondusivitas wilayah Jabar.

JK juga menargetkan perolehan 12 juta suara dari 29 juta pemilih, untuk memenangkan jagoannya itu. Apalagi Provinsi Jabar memiliki jumlah pemilih terbanyak di Indonesia. Malah Wakil Ketua Partai Golkar Agung Laksono, saat memberikan pembekalan kepada 700 pengurus Pimpinan Kecamatan (PK) Partai Golkar se-Jabar, pertengahan Maret lalu, mengatakan, Pilkada Jabar 2008 menjadi tolok ukur kesuksesan menjelang hajatan Pilpres 2009 mendatang.

Tapi hasilnya, pemilih pasangan Da'i berdasarkan hasil hitungan akhir KPUD Jabar, hanya memperoleh 4.490.901 atau kurang dari separuh yang ditargetkan. Calon yang diusung Golkar dan Partai Demokrat itu berhasil dipecundangi pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf (Hade) yang berhasil meraup suara sebanyak 7.289.127. "itu bukan kesalahan DPD dalam menjalankan mesin politik Golkar di Jabar," elak Uu Rukmana.

Ia beralasan, suara yang diperoleh Danny hampir sebanding dengan perolehan suara Golkar dalam Pemilu 2004 lalu, yakni 26 persen. Rukmana malah menuding kalau Partai Demokrat di Jabar yang tidak bekerja. Sebab, imbuh Rukmana, suara yang diperoleh pasangan Da'i murni berasal dari suara Golkar di Jawa Barat.

Sejumlah pengurus Golkar di tingkat pusat yang sebelumnya sesumbar kalau hasil Pilkada Jabar sebagai cerminan Pemilu 2009, kini ramai-ramai mematahkan asumsi tersebut. Dalam jumpa wartawan di kantor wapres, pekan lalu, JK mengatakan, pilkada berbeda dengan pemilihan umum legislatif. Sebab itu, ia menganggap, kekalahan di Jabar dan Sumut, yang merupakan dua kantong suara Golkar, tidak dapat dijadikan sebagai rujukan Pemilu 2009.

Tapi Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai sebaliknya. Kekalahan beruntun di dua kantong terbesar Golkar di Jawa dan Sumatera bisa menggambarkan perkembangan peta kekuatan partai beringin di Pemilu 2009. Bahkan ia mengatakan kekalahan itu sebagai suatu petanda kalau Golkar harus ekstra hati-hati." Itu lampu kuning buat Golkar," ujar Qodari kepada detikcom.

Apalagi, lanjutnya, suara Golkar di pulau Jawa, daerah yang populasi penduduknya terbanyak di Indonesia, persentase suara Golkar angkanya sangat memprihatinkan. Setidaknya dari hasil survei yang dilakukan Indo Barometer. Berdasarkan hasil survei per Desember 2007, posisi Partai Golkar di Pulau Jawa sangat lemah. Sebab Golkar hanya mendapatkan 12,2 persen suara. Jauh di bawah PDIP yang berjaya dengan 27,5 persen. Padahal bila dipresentase, 60 persen pemilih di Indonesia berasal dari pulau ini.

Gelombang kekalahan jagoan Partai Golkar dalam Pilkada, dan menurunnya popularitas Golkar di Jawa, menurut Ketua Kaukus Muda Partai Golkar, Kamrussamad, merupakan indikasi kegagalan JK sebagai Ketua Umum. "Faktanya kekalahan tersebut justru terjadi di daerah kantong pendukung Golkar," ujarnya. Mantan Wasekjen DPP AMPI ini juga menuding JK telah gagal mengkonsolidasikan kekuatan Partai Golkar sebagai parpol terbesar. (ddg/iy)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads