Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyoroti pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto yang menyebut bencana di wilayah utara Sumatera mencekamnya hanya di media sosial. Saldi Isra mengaku sedih pernyataan itu keluar dari seorang perwira tinggi TNI.
Hal tersebut disampaikan Saldi Isra dalam sidang lanjutan gugatan dengan nomor perkara 197/PUU-XXIII/2025 terkait uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI, dikutip Kamis (4/12/2025). Dalam sidang itu hadir Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy, mewakili pemerintah.
Mulanya, sidang dimulai dengan pemaparan dari pemerintah yang dalam hal ini diwakili Eddy. Eddy menyampaikan penempatan prajurit TNI di 14 kementerian permintaan dari pimpinan kementerian/lembaga kepada Panglima TNI.
"Sebelum menyampaikan penjelasan lebih lanjut, pemerintah perlu menjelaskan secara umum ketentuan Pasal 47 ayat 1 UU TNI Nomor 32/2025 sebagai berikut bahwa pelaksanaan ketentuan Pasal 47 ayat 1 UUD TNI Nomor 32/2025 sebagai berikut bahwa pelaksanaan ketentuan Pasal 47 ayat 1 UUD TNI 32/2025 dilakukan berdasarkan permintaan pimpinan kementerian atau lembaga kepada Panglima TNI," kata Eddy saat sidang.
Eddy mengatakan penempatan prajurit TNI didasarkan sesuai kebutuhan kementerian/lembaga. Karena itulah, kata Eddy, dari penjelasan itu, penempatan prajurit TNI di 14 kementerian/lembaga bukan atas permintaan TNI.
"Sehingga duduknya prajurit TNI pada jabatan di 14 kementerian atau lembaga tersebut didasari dalam kebutuhan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi kementerian/lembaga yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat 1 UUD TNI 32/2025, bukan atas dasar permintaan TNI," ujar Eddy.
Eddy juga mengatakan prajurit TNI harus mengikuti seleksi terbuka sebelum ditempatkan di kementerian/lembaga. Seleksi itu, kata Eddy, sifatnya internal di TNI.
"Pemerintah juga menyampaikan bahwa sebelum prajurit TNI aktif dikirim untuk mengikuti seleksi terbuka pada kementerian atau lembaga dalam Pasal 47 ayat 1, harus dilakukan seleksi internal di lingkungan TNI," kata Eddy.
Pemaparan Eddy itu pun ditanggapi hakim MK Saldi Isra. Hakim Saldi Isra meminta Eddy menjelaskan perihal mekanisme seleksi internal di TNI yang dimaksud tersebut.
"Pak Wamen, tolong kami juga dijelaskan mekanisme seleksi seperti yang diceritakan oleh Pak Wamen tadi. Ini kan tidak begitu saja katanya kan, kalau ada permintaan, lalu kemudian tidak begitu saja dipenuhi, tapi ada mekanisme seleksi internal," kata Saldi.
"Tolong kami dijelaskan juga bagaimana mekanisme seleksi internal itu bekerja supaya memang ditemukan perwira atau pati yang memenuhi persyaratan untuk bisa dikirim ke tempat tertentu," sambungnya.
Di sinilah, Saldi kemudian menyoroti pernyataan Suharyanto perihal bencana banjir dan tanah longsor di Sumatera. Saldi mengaku sedih pernyataan soal banjir di Sumatera disebut mencekamnya hanya di media sosial keluar dari seorang perwira tinggi TNI.
"Saya ini sebetulnya agak merasa sedih juga pernyataan seorang perwira tinggi soal bencana di Sumatera Barat itu," kata Saldi.
Pernyataan Suharyanto, kata Saldi, membuat dirinya bertanya-tanya mengenai seleksi prajurit TNI di kementerian atau lembaga. Saldi menyebut hal ini perlu disampaikan agar menjadi refleksi untuk TNI.
"Itu kan sebetulnya kita berpikir, ini memang diseleksi secara benar atau tidak? Masa bencana dikatakan hanya ributnya di medsos saja," ucapnya.
"Nah, itu salah satu poin, sebagai orang yang berasal dari daerah bencana, saya perlu sampaikan itu, sekaligus untuk bisa jadi refleksi untuk TNI juga, Pak Wamen," imbuhnya.
Pernyataan Suharyanto
Letjen TNI Suharyanto sebelumnya mengungkapkan alasan mengapa bencana banjir di wilayah Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat tidak ditetapkan sebagai bencana nasional. BNPB menjelaskan tentang situasi ketika negara menetapkan bencana nasional.
"Kita tidak perlu diskusi panjang lebar ya. Yang dimaksud dengan status bencana nasional yang pernah ditetapkan oleh Indonesia itu kan COVID-19 dan tsunami 2004. Cuma dua itu yang bencana nasional. Sementara, setelah itu, banyak terjadi bencana gempa Palu, gempa NTB, kemudian gempa Cianjur (bukan bencana nasional)," ujar Suharyanto, dilansir detikSumut, Sabtu (29/11).
Suharyanto pun bicara mengenai dua bencana nasional. Dia mengatakan penetapan status itu berdasarkan pertimbangan dari skala korban dan akses menuju lokasi bencana.
"Mungkin dari skala korban ya, kemudian juga kesulitan akses, rekan-rekan media bisa bandingkan saja dengan kejadian sekarang ini. Memang kemarin kelihatannya mencekam ya, kan berseliweran di media sosial, nggak bisa bertemu segala macam. Tapi begitu sampai ke sini, sekarang rekan media tadi hadir di lokasi dan tidak hujan," katanya.
Lihat juga Video Tangis Abdul Cari Istri Hilang Tersapu Banjir: Saya Merasa Tak Berguna
(whn/dhn)