Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas Imparsial, YLBHI, KontraS, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan LBH APIK Jakarta menggugat Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Mahkamah Konstitusi. Mereka meminta MK mengubah dan membatalkan sejumlah pasal.
Sidang gugatan perkara 197/PUU-XXIII/2025 itu digelar di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2025). Sidang dipimpin oleh Hakim MK Saldi Isra selaku ketua panel dan hakim MK Ridwan Mansyur serta Arsul Sani sebagai anggota panel.
Selain lima LSM itu, ada tiga orang yang menjadi pemohon dalam perkara ini. Mereka mengajukan gugatan terhadap Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 dan angka 15; Pasal 7 ayat (4); Pasal 47 ayat (1); Pasal 53 ayat (2) huruf b, c, d, e; Pasal 53 ayat (4); serta Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2). Mereka menganggap pasal itu inkonstitusional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa kehadiran pasal-pasal yang diuji dinilai sebagai inkonstitusional dan akan memundurkan prinsip HAM dalam reformasi sektor keamanan karena memperkuat wewenang TNI melalui perubahan pengaturan tugas pokok TNI, hubungan sipil-militer, usia pensiun perwira tinggi TNI, dan akuntabilitas ketika terjadi pelanggaran yang melibatkan anggota TNI," kata pemohon.
Berikut ini dalil-dalil permohonan yang disampaikan:
- Tugas Pokok TNI untuk operasi militer selain perang (OMSP) dengan membantu tugas pemerintahan di daerah bertentangan dengan Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945
- Tugas Pokok TNI untuk OMSP untuk membantu dalam upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber bertentangan dengan Pasal 30 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
- Pengaturan Pelaksanaan OMSP meniadakan peran konstitusional DPR, sehingga bertentangan dengan Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), dan Pasal 20A ayat (1) UUD 1945
- Pelibatan personel militer aktif di sejumlah lembaga negara bertentangan dengan Pasal 24 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 30 ayat (3) UUD 1945.
- Usia pensiun perwira tinggi inkonstitusional sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.
Berdasarkan dalil tersebut, para pemohon pun meminta majelis hakim Mahkamah Konstitusi menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian UU TNI yang diajukan para pemohon.
Berikut ini petitum para pemohon:
1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian UU yang diajukan para pemohon
2. Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 UU No 3 Tahun 2025 tentang TNI bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'adalah membantu pelaksanaan fungsi Pemerintah dalam situasi dan kondisi yang dihadapi antara lain membantu mengatasi akibat bencana alam dan merehabilitasi infrastruktur'.
3. Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 UU TNI tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'adalah membantu pelaksanaan fungsi Pemerintah dalam situasi dan kondisi yang memerlukan sarana, alat, kemampuan TNI untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi, antara lain membantu mengatasi akibat bencana alam dan merehabilitasi infrastruktur'.
4. Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 15 UU TNI bertentangan dengan UUD 1945.
5. Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 15 UU TNI tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
6. Menyatakan Pasal 7 ayat (4) UU TNI sepanjang frasa 'Pelaksanaan operasi militer selain perang sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden, kecuali untuk ayat (2) huruf b angka 10' bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dibaca 'Pelaksanaan operasi militer selain perang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan berdasarkan keputusan presiden dengan pertimbangan DPR'
7. Menyatakan Pasal 7 ayat (4) UU UU TNI sepanjang frasa 'Pelaksanaan operasi militer selain perang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden, kecuali untuk ayat (2) huruf b angka 10' tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dibaca 'Pelaksanaan operasi militer selain perang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan berdasarkan keputusan presiden dengan pertimbangan DPR'.
8. Menyatakan Pasal 47 ayat (1) UU TNI sepanjang frasa 'Kesekretariatan Presiden' dan 'narkotika nasional', dan 'Kejaksaan Republik Indonesia', bertentangan dengan UUD 1945.
9. Menyatakan Pasal 47 ayat (1) UU TNI sepanjang frasa 'Kesekretariatan Presiden' dan 'narkotika nasional', dan 'Kejaksaan Republik Indonesia', tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
10. Menyatakan Pasal 53 ayat (2) huruf b, c, d, e dan Pasal 53 ayat (4) UU TNI bertentangan dengan UUD 1945.
11. Menyatakan Pasal 53 ayat (2) huruf b, c, d, e dan Pasal 53 ayat (4) UU TNI tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
12. Menyatakan Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2) UU TNI bertentangan dengan UUD 1945.
13. Menyatakan Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2) UU TNI tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Atau apabila majelis hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya.











































