Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol mengatakan Aceh mengalami pengurangan tutupan hutan yang signifikan sejak 1990 sampai 2024. Hanif menilai kondisi tersebut menjadi salah satu faktor yang memengaruhi banjir di utara Sumatera.
"Kami ingin sampaikan bahwa dalam kondisi tersebut di Aceh terjadi pengurangan tutupan hutan dari tahun 1990 sampai 2024 sebesar 14 ribu hektare. Tentu angka ini sangat berpengaruh," kata Hanif dalam Rapat Kerja bersama Komisi XII DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Kemudian, di daerah aliran sungai (DAS) Sumatera Utara, tepatnya di Batang Toru, terdapat pengurangan hutan hingga 19 ribu hektare. Sedangkan di Sumatera Barat, terdapat pengurangan hutan 10.521 hektare.
"Di Batang Toru, terdapat pengurangan hutan sampai di angka di slide nomor 51. Ada pengurangan hutan sejumlah 19.000 hektare. Selanjutnya di DAS Sumatra Barat, kita juga kehilangan hutan di angka 10.521 hektare," ujarnya.
Lebih lanjut, Hanif menjelaskan bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dipicu oleh siklon tropis Senyar yang membawa curah hujan ekstrem. Pada puncaknya, curah hujan tercatat mencapai 300-400 mm.
Menurutnya, curah hujan tersebut lebih tinggi dibanding bencana banjir Ciliwung pada Februari lalu dengan curah hujan tercatat 147 mm, sehingga menewaskan 17 orang. Kemudian, bencana hidrometeorologi di Bali pada Agustus lalu yang mencatat curah hujan mencapai 245 mm yang menewaskan 21 orang.
"Untuk siklon di utara dari Sumatera ini, jumlah volume hujannya dua kali dari kejadian yang ada di Ciliwung, sehingga dengan demikian kita juga patut memproyeksikan seandainya siklon ini berada di Jawa, maka potensi bencananya akan sangat besar," ujarnya.
"Untuk itu tentu keberadaan pimpinan rapat ini harus kita inisiasi untuk melakukan langkah-langkah adaptasi terkait dengan konteks ini. Kita tidak mungkin menunggu selesainya perundingan internasional, tetapi bencana telah berada di depan kita," sambungnya.
(amw/gbr)