×
Ad

Purnawirawan Tersangka Kasus Satelit Kemhan: Saya Laksanakan Perintah Atasan

Rumondang Naibaho - detikNews
Senin, 01 Des 2025 19:25 WIB
Foto: Kejagung limpahkan tersangka kasus satelit Kemhan tahun 2012-2021. (Rumondang/detikcom)
Jakarta -

Tiga tersangka kasus korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2016 telah dilimpahkan kepada Oditur Militer. Salah satu tersangka, yakni Laksamana Muda TNI (Purn) L selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanansaat itu, mengaku dirinya hanya mengikuti perintah atasan.

Hal itu disampaikan L usai jumpa pers proses pelimpahan tersangka. Dia mengklaim atasanya yang merupakan Menteri Pertahanan pada saat itu telah melakukan rapat terbatas bersama Presiden. Pada tahun 2016, Menhan dijabat oleh Ryamizard Ryacudu.

Sebagai informasi, tersangka L menandatangani kontrak perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait (Agreement For The Provision Of User Terminal And Related Service And Equipment)dengan CEONavayo International AG berinisial GK pada Juli 2016. Kontrak itu menyepakati proyek senilai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.

"Pertama, saya melaksanakan perintah atasan dan atasan saya sudah melaksanakan rapat terbatas di depan Presiden dengan program ini," katanya kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (1/12/2025).

Tersangka kemudian ditanya wartawan siapa atasan yang dimaksud. "Menhan (era 2016)," jawab tersangka.

Dia juga mengaku tidak pernah menerima keuntungan dari proyek tersebut seperti yang dituduhkan penyidik. Di sisi lain, lanjut dia, Kemhan juga belum menggeluarkan anggaram untuk proyek tersebut.

"Kedua, saya tidak menerima sepersen pun duit, saya tidak melakukan korupsi. Ketiga, belum ada negara membayar, belum ada keluar anggaran sama sekali sehingga tidak ada kerugian negara," pungkasnya.

Sebagai informasi, penyidik pada Jampidmil telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara itu. Diantaranya:

1. Laksamana Muda TNI (Purn) L, selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

2. ATVDH (selaku perantara) yang merupakan Warga Negara Amerika Serikat.

3. GK, selaku CRO Navayo International AG yang merukan Warga Negara Hungaria.

Kasus ini berawal ketika Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melalui tersangka L menandatangani kontrak dengan tersangka GK pada Juli 2016 tentang perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait (Agreement For The Provision Of User Terminal And Related Service And Equipment) senilai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.

"Bahwa penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ketiga tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa,di mana Navayo International AG juga merupakan rekomendasi dari (tersangka) ATVDH," ujar Harli Siregar saat menjabat Kapuspenkum Kejagung.

Navayo International AG mengakui telah mengirim barang kepada Kementerian Pertahanan RI. Kemudian ditandatangani empat buah surat Certificate of Performance (CoP) atau sertifikat kinerja terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG.

"Di mana CoP tersebut yang telah disiapkan oleh ATVDH tanpa dilakukan pengecekan terhadap barang yang dikirim terlebih dahulu. Pihak Navayo International AG melakukan penagihan kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dengan mengirimkan empat invoice (permintaan pembayaran dan CoP)," tuturnya.

Sampai dengan tahun 2019, Kementerian Pertahanan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit. Kemudian dilakukan pemeriksaan atas pekerjaan Navayo International AG oleh ahli satelit Indonesia atas permintaan penyidik koneksitas Jampidmil.

"Dengan kesimpulan pekerjaan Navayo International AG tidak dapat membangun sebuah Program User Terminal karena hasil pemeriksaan laboratorium terhadap handphone sebanyak 550 buah tidak ditemukan secure chip inti dari pekerjaan user terminal, hasil pekerjaan Navayo International AG terhadap user terminal tidak pernah diuji terhadap Satelit Artemis yang berada di Slot Orbit 1230 BT, dan barang-barang yang dikirim Navayo International AG tidak pernah dibuka dan diperiksa," imbuhnya.

Kemudian Kemhan diharuskan membayar USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura. Hal itu karena telah menandatangani Certificate of Performance (CoP).

Sementara menurut perhitungan BPKP, kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG berdasarkan nilai kepabeanan sebesar IDR 1.92 miliar.

"Untuk memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura dan permohonan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan dan rumah dinas (apartemen) Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita (Commissaires de justice) Paris terhadap Putusan Pengadilan Paris yang mengesahkan Putusan Tribunal Arbritase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG atas putusan Arbitrase International Commercial Court (ICC) Singapura, Penyidik pada Jampidmil telah menetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Nomor Sprin 78A/PM/PMpd.1/05/2025 Tanggal 05 Mei 2025," ungkapnya.

Simak juga Video: Kejagung Limpahkan 2 Tersangka Kasus Satelit Kemhan ke Pengadilan Militer




(ond/idn)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork