×
Ad

Kejagung Limpahkan 3 Tersangka Kasus Satelit Kemhan ke Oditur Militer

Rumondang Naibaho - detikNews
Senin, 01 Des 2025 18:15 WIB
Kejagung limpahkan tersangka kasus satelit Kemhan tahun 2012-2021. (Rumondang/detikcom)
Jakarta -

Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2012-2021. Kedua tersangka dilimpahkan ke Oditur Militer.

Direktur Penindakan Jampidmil Brigjen Andi Suci menjelaskan dua tersangka yang dilimpahkan secara langsung yakni Laksamana Muda TNI (Purn) L selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ATVDH selaku perantara.

"Hari ini, tim penyidik koneksitas telah melakukan penyerahan tersangka dan barang bukti dalam perkara koneksitas adanya dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan satelit slot orbit 123 bujur timur pada Kementerian Pertahanan tahun 2012-2021," kata Andi Suci dalam jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (1/12/2025).

Sementara itu, berkas satu tersangka lainnya, yakni CEO Navayo International AG berinisial GK, juga dilimpahkan meski sampai saat ini masih diburu jaksa. Red notice terhadap GK juga telah diterbitkan sejak awal November lalu.

Adapun barang bukti yang diserahkan pada pelimpahan hari ini di antaranya dokumen-dokumen terkait pengadaan satelit dan user terminal untuk slot orbit 123 Bujur Timur, 550 buah ponsel yang dikirim oleh Navayo International AG hingga barang komponen server pack delivery yang belum dirakit.

"Setelah proses tahap dua, maka segala kewenangan penahanan tersangka dan penanganan perkara beralih ke penuntut koneksitas," ucap Andi Suci.

Direktur Penuntutan Jampidmil, Zet Tadung Allo menyatakantim penuntut umum koneksitas segera melimpahkan perkara ini ke Oditurat Militer Tinggi dan selanjutnya akan dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi Militer II di Jakarta. Dia mengungkap alasan pihaknya melimpahkan perkara itu ke Pengadilan Militer meski terdapat tersangka yang berstatus sebagai warga sipil. Sebab, perkara itu dilakukan secara bersama-sama yang turut melibatkan oknum anggota TNI, yakni Leonardi.

"Kenapa dilimpahkan ke Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta? Karena tersangka adalah berstatus Laksamana Muda, yaitu Tersangka L, bersama-sama dengan rekanan yaitu Saudara ATVDH," jelas Zet.

"Jadi tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti menjadi tanggung jawab dari tim Penuntut koneksitas yang terdiri dari Jaksa pada Jampidmil dan Oditur Militer dari Oditurat Militer Tinggi," lanjut dia.

Duduk Perkara

Kasus berawal ketika Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melalui tersangka L menandatangani kontrak dengan tersangka GK pada Juli 2016 tentang perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait (Agreement For The Provision Of User Terminal And Related Service And Equipment) senilai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.

"Bahwa penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ketiga tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa,di mana Navayo International AG juga merupakan rekomendasi dari (tersangka) ATVDH," jelasnya.

Navayo International AG mengakui telah mengirim barang kepada Kementerian Pertahanan RI. Kemudian ditandatanganilah empat buah surat Certificate of Performance (CoP) atau sertifikat kinerja terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG.

"Di mana CoP tersebut yang telah disiapkan oleh ATVDH tanpa dilakukan pengecekan terhadap barang yang dikirim terlebih dahulu. Pihak Navayo International AG melakukan penagihan kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dengan mengirimkan empat invoice (permintaan pembayaran dan CoP)," tuturnya.

Sampai dengan tahun 2019, Kementerian Pertahanan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit. Kemudian dilakukan pemeriksaan atas pekerjaan Navayo International AG oleh ahli satelit Indonesia atas permintaan penyidik koneksitas Jampidmil.

"Dengan kesimpulan pekerjaan Navayo International AG tidak dapat membangun sebuah Program User Terminal karena hasil pemeriksaan laboratorium terhadap handphone sebanyak 550 buah tidak ditemukan secure chip inti dari pekerjaan user terminal, hasil pekerjaan Navayo International AG terhadap user terminal tidak pernah diuji terhadap Satelit Artemis yang berada di Slot Orbit 1230 BT, dan barang-barang yang dikirim Navayo International AG tidak pernah dibuka dan diperiksa," imbuhnya.

Kemudian Pertahanan RI diharuskan membayar USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura. Hal itu karena telah menandatangani Certificate of Performance (CoP).

Sementara menurut perhitungan BPKP, kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG berdasarkan nilai kepabeanan sebesar IDR 1.92 miliar.

"Untuk memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura dan permohonan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan dan rumah dinas (apartemen) Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita (Commissaires de justice) Paris terhadap Putusan Pengadilan Paris yang mengesahkan Putusan Tribunal Arbritase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG atas putusan Arbitrase International Commercial Court (ICC) Singapura, Penyidik pada Jampidmil telah menetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Nomor Sprin 78A/PM/PMpd.1/05/2025 Tanggal 05 Mei 2025," ungkapnya.

Kemudian ditetapkanlah ketiga tersangka seperti yang telah disebutkan di atas. Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi.

"Pasal yang disangkakan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat satu kesatu juncto Pasal 64 KUHP," paparnya.

Tersangka juga dijerat dengan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu juncto Pasal 64 KUHP.

"Lebih subsider Pasal 8 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu juncto Pasal 64 KUHP," pungkasnya.

Tonton juga Video: Eks Dirjen Kemhan dkk Divonis 12 Tahun Bui Korupsi Satelit




(ond/idn)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork