Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang intinya meminta agar masa jabatan ketua umum partai politik (Parpol) dibatasi. MK menilai alasan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," demikian putusan MK untuk perkara nomor 194/PUU-XXIII/2025 seperti dilihat Jumat (28/11/2025).
Pemohon dalam perkara ini ialah Imran Mahfudi. Dalam gugatannya, Imran meminta agar MK:
1. Menyatakan frasa 'dipilih secara demokratis melalui musyawarah sesuai AD dan ART' dalam Pasal 22 UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'dipilih secara demokratis melalui musyawarah untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut sesuai AD dan ART'.
2. Menyatakan frasa 'tidak tercapai' dalam Pasal 33 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'tidak tercapai termasuk jika Mahkamah Partai tidak melakukan penyelesaian perselisihan'.
Dalam pertimbangannya, MK mengatakan dalil pemohon yang meminta pembatasan periodisasi masa jabatan pimpinan partai politik dengan mendasarkan pertimbangan hukum dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 adalah tidak tepat. Putusan itu sendiri terkait dengan UU Advokat.
"Dalam hal ini, norma Pasal 22 UU 2/2008 yang mengamanatkan kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui musyawarah adalah upaya pembentuk undang-undang untuk mengedepankan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat dalam proses pengisian kepengurusan partai politik," ujar MK.
Simak Video "Video: Gugatan Pajak Uang Pensiun Dihapus Tak Diterima MK"
(haf/imk)