×
Ad

Komnas Perempuan Bicara Pemberitaan Isu Femisida, Minta Tak Dibuat Sensasional

Kadek Melda Luxiana - detikNews
Senin, 24 Nov 2025 18:28 WIB
Komnas Perempuan (Kadek/detikcom)
Jakarta -

Komnas Perempuan menggelar pelatihan pemberitaan tentang femisida yang diikuti jurnalis dan mahasiswa. Pelatihan digelar dalam rangka menyambut kampanye 16 hari antikekerasan terhadap perempuan.

Femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya yang didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi, maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa, dan kepuasan sadistis. Pelatihan pemberitaan femisida ini digelar di Jakarta, Senin (24/11/2025).

Komisioner Komnas Perempuan, Chatarina Pancer Istiyani atau yang akrab disapa Keket, melihat masih banyak pemberitaan tentang femisida yang dikemas secara sensasional. Menurutnya, banyak berita soal femisida yang tidak berpihak dan kurang ramah terhadap korban.

"Tentu saja kalau kita melatih itu artinya kita melihat ada sesuatu yang belum optimal ya. Artinya kawan-kawan jurnalis, mungkin juga tidak hanya yang hadir di sini ya, tetapi juga dari media-media yang ada di lokal, ya entah itu di Papua, di Manado, bisa di mana saja, itu selama ini menulis isu femisida itu masih cenderung sensasional muatannya itu," kata Keket.

"Jadi yang kita minta kan bagaimana kawan-kawan media ini lebih memiliki perspektif terhadap korban, sehingga misalnya menulis identitas korban itu lebih ramah terhadap keluarga korban yang sudah kehilangan korban ya. Misalnya identitas korban, itu ada yang menulis penagih utang, kemudian PSK, janda, dan sebagainya. Jadi masih itu kata-kata yang mungkin tidak ramah ya terhadap korban," lanjutnya.

Keket menyampaikan femisida berbeda dengan kasus pembunuhan pada umumnya. Dia menyebut dalam femisida, perempuan lebih ditarget dan dijadikan objek.

"Jadi ini yang harus diketahui juga oleh kawan-kawan jurnalis bedanya femisida dengan pembunuhan yang umum begitu ya," ucapnya.

"Jadi penjambret bisa saja menjambret siapa saja, tetapi ini juga harus didalami, apakah si penjambret ini misalnya dia sudah memetakan perilaku si korban ini, misalnya kalau dia sudah ditanyain, oh saya sudah mengincarnya selama beberapa bulan, saya lihat dia menggunakan perhiasan dan selalu lewat jalan ini. Nah itu bisa jadi itu femisida, karena ada muatan penargetan dan juga ditargetkan, kenapa yang ditargetkan perempuan enggak laki-laki, begitu," lanjutnya.

Keket mengungkap pelatihan pemberitaan isu femisida ini baru pertama kali digelar Komnas Perempuan untuk jurnalis dan mahasiswa. Selain itu, pelatihan ini juga sebagai bentuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

"Semua yang kita lakukan sebenarnya selalu bisa dipandang sebagai kampanye untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan," ungkapnya.

Dia berharap, setelah adanya pelatihan ini, jurnalis bisa memberitakan kasus kekerasan terhadap perempuan dengan perspektif gender. Sehingga berita yang ditampilkan tidak sensasional dan provokatif.

"Nah ini dia kalau harapan saya itu, jurnalis itu lebih menyampaikan konteks gendernya, konteks budaya patriarkinya. Ini lebih penting daripada sekadar sensasional. Misalnya kondisi korban, kemudian perlakuan terhadap jenazah dan sebagainya. Apalagi kronologi yang detail, karena bisa menjadi ditiru ya, replikasi oleh orang yang ketika membaca mungkin belum ada niatan jahat tetapi ketika membaca kronologi kemudian tersimpan di dalam pemikiran dia, di dalam memori dia, suatu saat bisa terpanggil dan ketika ada kesempatan bisa saja itu jadi menular ya itu tadi keinginan untuk membunuh, untuk memperkosa. Jadi kronologi yang sangat detil dan semacam ada provokatifnya begitu itu tolong jangan lagi," jelasnya.

Keket tidak ingin berita kekerasan terhadap perempuan lebih kepada pencegahan bukan malah menyalahkan korban. Sebab menurutnya, praktik seperti itu bisa melanggengkan budaya patriarki.

"Jadi tolong hindari hal-hal yang mungkin bisa mengkonstruksi pemikiran publik itu justru bukan ke arah pencegahan dan perspektif korban, tetapi justru victim blaming gitu ya, menyalahkan korban. Dan juga perspektif itu belum terbangun karena selalu mengatakan bahwa ya salah sendiri dia berbaju yang menggoda dan sebagainya, salah sendiri dia menjadi penagih utang dan sebagainya, bisa saja itu justru melanggengkan atau semakin memperkuat budaya patriarki yang ada," imbuhnya.

Sementara, Satgas Anti Kekerasan Seksual AJI, Ira Rachmawati yang juga terlibat dalam pelatihan ini berharap pemberitaan mengenai kekerasan terhadap perempuan bisa semakin ramah gender dan berpihak pada korban. Menurutnya, banyak kasus kekerasan terhadap perempuan yang berakhir tak tuntas.

"Kami sih berharap ada pelatihan ini, teman-teman di redaksi itu semakin ramah pada gender gitu. Karena selama ini kalau ngelihat kasus pembunuhan pada perempuan yang tadi kita diskusikan, yaudah kayak sekadar selesai gitu. Perempuan dibunuh selesai, padahal ada layar-layar, ada sistem-sistem yang itu membuat perempuan dibunuh gitu," kata Ira.

"Kan femisida ini, itu sering terjadi dari Sabang sama Merauke ya. Jadi, sementara yang sering ditulis itu adalah berita-berita yang bombastis, yang tidak berperspektif korban, yang narasinya adalah selalu dari narasi-narasi pelaku yang hampir sebagian besar adalah laki-laki," lanjutnya.

Di sisi lain, Ira melihat masih banyak jurnalis yang belum familiar dengan istilah femisida. Dia menilai dengan adanya pelatihan ini dapat menambah wawasan jurnalis.

"Tapi memang istilah femisida kan memang baru-baru saja muncul ya. Tidak banyak teman-teman jurnalis yang paham isu femisida. Jadi ya kami harapkan semakin teman-teman memahami apa itu femisida, hasil penulisannya, hasil karya jurnalistiknya itu juga semakin ramah gender," jelasnya.

Selain mengadakan pelatihan femisida, Komnas Perempuan juga melaunching buku panduan jurnalis dalam menulis isu femisida. Buku panduan dibuat Komnas Perempuan bersama sejumlah jurnalis perempuan yang berfokus pada isu tersebut.

Pelatihan dimulai pukul 10.00 WIB hingga 16.00 WIB. Sesi pertama diisi dengan pemaparan mengenai femisida dari Komnas Perempuan dan juga Jakarta Feminist. Selanjutnya sesi berikutnya diskusi dan bedah berita femisida untuk dianalisis bersama.

Komnas Perempuan juga memaparkan data kasus femisida yang terjadi beberapa tahun belakangan. Pada 2024 tercatat ada 290 kasus femisida.

Simak juga Video: Tiap 2 Hari, Ada 1 Perempuan Jadi Korban Femisida di Indonesia




(dek/idn)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork