Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Eddy Hartono mengungkap pelaku ledakan di SMAN 72 Kepala Gading, Jakarta Utara, mengakses grup True Crime Community. Dalam grup itu, menurut Eddy, seseorang bisa meniru perilaku yang terjadi.
"Kalau di yang SMAN 72 diketahui Densus juga mengakses kepada grupnya, namanya TCC, True Crime Community. Jadi dia bisa meniru ide perilaku apa yang terjadi," ucap Eddy di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11/2025).
Eddy mengatakan, dalam sisi psikologis, seseorang yang mengakses itu nantinya akan merasa hebat bila bisa meniru apa yang ada dalam grup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga dia meniru supaya bisa dibilang hebat ya, supaya ada kebanggaan. Nah itu dari segi psikologis," imbuhnya.
Terkait itu, Eddy menyatakan pihaknya telah bekerja sama dengan Kementerian PPA, KPAI, Kemensos, serta ahli psikologi. Hal itu untuk memetakan kondisi psikologis para anak yang terpapar.
"Sehingga ketika diketahui secara psikologis apa yang terjadi, baru kita melakukan rehabilitasi. Kira-kira rehab apa yang pas ketika orang atau anak-anak ini mengalami tekanan secara psikologis," tutur dia.
Eddy mengatakan perekrutan terorisme melalui media sosial hingga game online memang tengah menjadi tren. Pola perekrutan itu menyasar anak-anak dan pelajar.
"Rekrutmen secara online ini memang sedang tren ya," kata Eddy.
Dia menyebut pelaku biasanya melakukan peniruan atas apa yang dilihat dari di dunia digital, yang mereka istilahkan sebagai 'memetic violence'. Hal itu dilakukan untuk mendapat pengakuan dari lingkungan atau kelompoknya.
"Bahwa di dalam kajian psikologis ya, itu ada istilahnya namanya memetic radicalization atau memetic violence ya. Jadi dia lebih kepada meniru ide atau perilaku," jelas Eddy.
Dalam kesempatan yang sama, juru bicara Densus 88 Antiteror, AKBP Mayndra Eka Wardhana, menyebutkan terjadi kenaikan jumlah anak yang terpapar paham radikal jaringan terorisme. Hal itu diduga akibat munculnya fenomena perekrutan kelompok teror melalui game online.
Dia mencatat 17 anak diamankan karena terpapar jaringan teror sepanjang 2011-2017. Namun, pada 2025, jumlah itu naik signifikan.
"Densus 88 menyimpulkan bahwa ada tren yang tidak biasa dari tahun ke tahun di mana pada tahun 2011-2017 itu Densus 88 mengamankan kurang lebih 17 anak dan ini dilakukan berbagai tindakan, tidak hanya penegakan hukum, tetapi juga ada proses pembinaan," kata Mayndra.
"Namun pada tahun ini, di tahun 2025 sendiri seperti tadi disampaikan kurang lebih lebih ada 110 yang saat ini sedang teridentifikasi. Jadi artinya kita bisa sama-sama menyimpulkan bahwa ada proses yang sangat masif sekali rekrutmen yang dilakukan melalui media daring," lanjutnya.
Simak juga Video: Pramono Duga Pelaku Ledakan SMAN 72 Dipicu Medsos, Bukan Bullying











































