Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho menyebut pejalan kaki adalah pengguna jalan yang paling rentan dan harus diberi prioritas serta dilindungi. Karena itu, momen Operasi Zebra 2025 pada 17-30 November 2025 akan dimanfaatkan pula untuk memberikan perlindungan terhadap pejalan kaki.
"Pejalan kaki adalah simbol kemanusiaan di jalan raya. Mereka yang paling lemah harus dilindungi, bukan disingkirkan," ujar Irjen Agus kepada wartawan, Sabtu (15/11/2025).
Kebijakan ini menjadi implementasi dari prinsip Vision Zero, yang menegaskan bahwa tidak ada korban jiwa yang dapat diterima di jalan raya, serta konsep Hierarchy of Road Users, yang menempatkan pejalan kaki pada posisi tertinggi dalam urutan prioritas keselamatan jalan. Irjen Agus mengatakan, kedua prinsip tersebut menjadi dasar Korlantas Polri dalam menyusun langkah strategis berbasis sistem keselamatan manusia.
Kakorlantas menekankan bahwa perlindungan terhadap pejalan kaki bukan hanya bagian dari penegakan hukum, tetapi juga bentuk kehadiran negara dalam melindungi warganya.
Ia meminta seluruh jajaran lalu lintas di tingkat Polda hingga Polres untuk menjadikan keselamatan pejalan kaki sebagai indikator utama kinerja, dengan mengukur keberhasilan bukan dari jumlah tilang, tetapi dari peningkatan kepatuhan masyarakat dan menurunnya angka kecelakaan.
"Korlantas Polri berkomitmen menghadirkan ruang jalan yang aman, tertib, dan manusiawi bagi seluruh pengguna jalan," jelasnya.
Dengan strategi yang terintegrasi antara penegakan hukum, pembenahan infrastruktur, edukasi publik, dan pemanfaatan teknologi, Korlantas Polri berupaya memastikan setiap langkah pejalan kaki di Indonesia terlindungi dalam sistem keselamatan yang berkeadilan.
Irjen Agus menyampaikan lima langkah utama yang akan dilaksanakan secara nasional. Pertama, penegakan hukum yang tegas dan humanis melalui ETLE statis dan mobile dengan fokus pada pelanggaran tidak memberi prioritas kepada pejalan kaki serta pelanggaran marka penyeberangan. Petugas tetap mengedepankan
edukasi agar penegakan hukum berjalan proporsional dan mendidik.
Kedua, penguatan fasilitas penyeberangan yang aman melalui koordinasi lintas instansi, melibatkan Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan, Kementerian PUPR, dan pemerintah daerah. Langkah ini mencakup penataan zebra cross yang jelas, pemasangan pelican crossing, pembangunan jembatan atau underpass pada titik rawan, serta penempatan petugas Polantas dan Pramuka Lantas pada jam padat untuk
membantu penyeberangan.
Ketiga, edukasi publik dan kampanye kesadaran melalui gerakan: STOP, LIHAT, JALAN yang menyasar sekolah, kampus, perkantoran, dan komunitas ojek online. Kampanye ini juga disebarluaskan melalui media sosial Polri dan media lokal dengan pesan utama bahwa budaya tertib dimulai dari menghormati pejalan kaki.
Keempat, revitalisasi peran Polantas di lapangan dengan menghidupkan kembali program "Polantas Menyapa" di titik penyeberangan padat. Petugas akan berperan sebagai pengarah dan pelindung pejalan kaki, menghadirkan kehadiran polisi yang ramah, komunikatif, dan melayani.
Kelima, sistem manajemen keselamatan berbasis teknologi yang mengintegrasikan CCTV, ETLE, radar, dan smart traffic management untuk menganalisis titik rawan kecelakaan pejalan kaki. Hasil analisis digunakan untuk menentukan prioritas penataan kota dan kebijakan berbasis data, bukan asumsi.
Kakorlantas menekankan bahwa perlindungan terhadap pejalan kaki bukan hanya bagian dari penegakan hukum, tetapi juga bentuk kehadiran negara dalam melindungi warganya.
Ia meminta seluruh jajaran lalu lintas di tingkat Polda hingga Polres untuk menjadikan keselamatan pejalan kaki sebagai indikator utama kinerja, dengan mengukur keberhasilan bukan dari jumlah tilang, tetapi dari peningkatan kepatuhan masyarakat dan menurunnya angka kecelakaan.
Simak Video 'Potret Masalah Pejalan Kaki di Trotoar Jakarta':
(bar/mea)