KPK melakukan penggeledahan terkait dugaan kasus pemerasan dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid. Terbaru, KPK melakukan penggeledahan di Dinas Pendidikan Riau.
"Melanjutkan giat penggeledahan di Dinas Pendidikan," kata jubir KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (13/11/2025).
KPK telah melakukan penggeledahan di kantor BPKAD Riau dan sejumlah rumah pada Rabu (12/11). KPK menyita dokumen terkait pergeseran anggaran di Provinsi Riau.
"Penyidik mengamankan dan menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) terkait pergeseran anggaran di Provinsi Riau," sebutnya.
KPK mengapresiasi masyarakat Riau yang mendukung pengusutan perkara tersebut. Dia mengatakan masyarakat adalah pihak yang paling terdampak dari kasus korupsi ini.
"KPK menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh masyarakat, khususnya di wilayah Riau, yang terus mendukung penuh penegakan hukum ini," ucapnya.
Kasus ini berkaitan dengan dugaan permintaan fee oleh Abdul Wahid dari kenaikan anggaran di UPT yang ada di bawah Dinas PUPR Riau. Fee tersebut berasal dari penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP dari awalnya Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.
KPK menduga Abdul Wahid mengancam bawahannya jika tak menyetor duit yang dikenal sebagai 'jatah preman' tersebut. Setidaknya, ada tiga kali setoran fee jatah pada Juni, Agustus, dan November 2025.
KPK menduga uang itu akan digunakan Abdul Wahid saat melakukan lawatan ke luar negeri. Selain Abdul Wahid, KPK juga menetapkan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Abdul Wahid, dan Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M Arief Setiawan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Simak juga Video 'Kode di Balik Kasus Gubernur Riau: Jatah Preman hingga 7 Batang':
(ial/haf)