Ketua DPP PDIP sekaligus anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menilai kasus korupsi yang berulang kali terjadi kepada Gubernur Riau bukan hanya didasari karena sistem pemilihan. Deddy menilai hal itu dikarenakan faktor manusia dan lemahnya integritas dalam sistem pengelolaan negara.
"Korupsi terjadi karena ada niat dan ada kesempatan, artinya karena manusia itu sendiri dan sistem yang ada. Kalau sekedar menyalahkan sistem pemilihan saya kira terlalu gegabah," kata Deddy kepada wartawan, Jumat (7/11/2025).
Menurutnya, korupsi tak hanya dilakukan oleh para pejabat yang dipilih melalui pemilihan umum. Melainkan, dia mengatakan ada pula pejabat yang tak dipilih langsung tetapi melakukan korupsi.
"Banyak pejabat yang tidak melalui proses pemilu juga tersangkut korupsi, bahkan mungkin bisa lebih banyak dari yang melalui pemilu. Sebut saja menteri, dirjen, ASN, APH, dosen, pengusaha hingga direksi BUMN," ujarnya.
Meski begitu, Deddy mengakui biaya politik memang cukup tinggi. Menurutnya, perlu dicari formula yang signifikan untuk mengurangi biaya politik.
"Tetapi semua upaya menekan biaya pemilu akan sulit dilakukan tanpa penegakan hukum yang konsisten dan peningkatan literasi politik masyarakat," kata dia.
"Tetapi, di sisi lain juga harus diingatkan bahwa memperbaiki sistem pemilihan jangan sampai menjadi alasan untuk merampas kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin melalui pemilu yang langsung, demokratis dan adil," sambungnya.
Deddy menilai tak ada jaminan kepala daerah yang ditunjuk tak akan melalukan korupsi. Menurutnya, biaya politik bukan menjadi faktor paling determinan.
"Tidak juga ada jaminan bahwa kepala daerah yang diangkat/ditunjuk dan bukan dipilih melalui pemilu akan otomatis menjamin korupsi menurun," tuturnya.
"Korupsi itu adalah masalah pada sisi karakter dan integritas sistem dalam pengelolaan keuangan negara. Besarnya biaya pemilu hanya salah satu faktor dan bukan faktor yang paling determinan," imbuh dia.
Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyoroti kasus korupsi yang melibatkan empat gubernur di Riau dalam beberapa tahun terakhir. Boyamin menilai hal itu terjadi lantaran biaya politik yang cukup tinggi.
"Penyebab utama kepala daerah itu karena, biaya politik tinggi, yaitu untuk menuju kepala daerah itu dana kampanye, dana juga mendapatkan rekomendasi dari partai politik itu juga tidak gratisan, maka dia sangat banyak (biaya) untuk menuju kepala daerah," kata Boyamin kepada wartawan, Jumat (7/11).
Dia mengatakan akibatnya, banyak kepala daerah yang telah terpilih berupaya untuk mengembalikan modal awalnya. Salah satu caranya, kata dia, dengan melakukan praktik korupsi.
Simak juga Video Kode di Balik Kasus Gubernur Riau: Jatah Preman hingga 7 Batang
(amw/gbr)