Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menilai kasus korupsi yang berulang dilakukan kepala daerah lantaran tingginya biaya politik dan rendahnya kesejahteraan pejabat daerah. Rifqinizamy mengatakan perlu adanya formula khusus terkait kesejahteraan kepala daerah.
"Dalam perebutan kekuasaan, dalam masa kampanye, dalam pilkada, biaya politik sangat tinggi dan ini dipengaruhi terutama oleh kultur politik kita, yang semakin ke sini tampaknya semakin pragmatis," kata Rifqinizamy kepada wartawan, Jumat (7/11/2025).
"Yang kedua, kesejahteraan kepala daerah memang sangat kecil. Ke depan, perlu dibuat satu formula yang lebih adil terkait dengan kesejahteraan kepala daerah, baik gubernur, bupati, wali kota," sambung dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rifqinizamy pun mengusulkan agar kepala daerah mendapatkan insentif dari pendapatan asli daerah (PAD). Sebab, menurutnya, kepala daerah telah bekerja keras dalam meningkatkan PAD.
"Misalnya mereka berhak mendapatkan sekian persen dari pendapatan asli daerah untuk kesejahteraan mereka, dan penggunaan uangnya diatur dengan legal dalam peraturan perundang-undangan," ujarnya.
"Sehingga pada satu sisi kita mendorong adanya kemandirian fiskal, peningkatan PAD di setiap daerah, dan di sisi yang lain juga ada insentif yang kita berikan kepada gubernur, bupati, wali kota atas kerja kerasnya meningkatkan hal tersebut," lanjutnya.
Sementara itu, dia menilai biaya politik yang tinggi tak hanya terjadi saat kampanye dan sebelum pelantikan. Namun juga sepanjang masa pemerintahan pun memiliki biaya politik uang cukup tinggi.
"Diperlukan sekali lagi formula yang lebih proporsional, yang lebih adil, untuk kita memberikan ruang kepada para kepala daerah, untuk bisa mendapatkan kesejahteraan yang layak sesuai dengan kewenangannya masing-masing," jelasnya.
Politikus NasDem ini menilai, jika tak ada perubahan formula, peluang penyalahgunaan kewenangan akan terus terjadi. Rifqinizamy juga mengatakan pihaknya akan turut membahas mengenai sistem pemilihan kepala daerah dalam revisi UU Pemilu dan Pilkada.
"Saya kira hal itu salah satu hal yang penting untuk didiskusikan dalam revisi Undang-Undang Pemilu kita ke depan," ujarnya.
Namun dia menilai usulan penunjukan gubernur oleh pemerintah pusat akan sulit dilakukan. Sebab, UUD 1945 telah menyatakan bahwa gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis.
"Kata demokratis itu mengisyaratkan tidak mungkin dilakukan penunjukan," ujarnya.
Rifqinizamy pun mengusulkan pola lainnya dalam pemilihan kepala daerah, di antaranya kepala daerah dipilih melalui DPRD.
"Yang paling mungkin, satu, selain dipilih secara langsung, dipilih melalui DPRD dan dipilih melalui DPRD ada dua pola, satu dipilih secara autonom oleh DPRD, atau presiden bisa mengusulkan minimal satu maksimal tiga nama kepada DPRD provinsi untuk calon gubernur, dan DPRD provinsi melalui paripurnanya akan memilih atau menyetujui calon yang diusulkan oleh presiden," tuturnya.
MAKI Soroti Biaya Politik Tinggi
Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyoroti kasus korupsi yang melibatkan empat gubernur di Riau dalam beberapa tahun terakhir. Boyamin menilai hal itu terjadi lantaran biaya politik yang cukup tinggi.
"Penyebab utama kepala daerah itu karena biaya politik tinggi, yaitu untuk menuju kepala daerah itu dana kampanye, dana juga mendapatkan rekomendasi dari partai politik, itu juga tidak gratisan. Maka dia sangat banyak (biaya) untuk menuju kepala daerah," kata Boyamin kepada wartawan, Jumat (7/11).
Dia mengatakan, akibatnya, banyak kepala daerah yang telah terpilih berupaya mengembalikan modal awalnya. Salah satu caranya, kata dia, dengan melakukan praktik korupsi.
Simak juga Video: Polemik Dana Pemda Mengendap, Kepala Daerah Ramai-Ramai Buka Suara











































