×
Ad

Pasal Berlapis untuk Gubernur Riau yang Minta 'Jatah Preman' Rp 7 M ke Bawahan

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 06 Nov 2025 12:03 WIB
Foto Gubernur Riau Pakai Rompi Tahanan KPK: (Pradita Utama/detikcom)
Jakarta -

Gubernur Riau Abdul Wahid ditetapkan tersangka oleh KPK atas kasus dugaan pemerasan ke anak buahnya di lingkungan Pemprov Riau, tepatnya di Dinas PUPR PKPP. Abdul Wahid dijerat KPK dengan pasal berlapis.

Adapun pasalnya adalah Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B UU Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal 12 e ini terkait dengan pemerasan. Kemudian, pasal 12 f terkait dengan penerimaan uang yang diterima Abdul Wahid dari anak buahnya.

Sementara pasal 12B terkait dengan dugaan Abdul Wahid menerima uang dari orang lain. KPK menjerat Abdul Wahid dengan pasal ini karena saat ini kasus Abdul Wahid ini masih diselidiki penyidik.

"Kalau OTT (Operasi Tangkap Tangan) kan fokusnya yang saat ini dari PUPR ini. Nah, ada juga temuan-temuan lainnya. Makanya sementara kita untuk meng-cover itu semua kita juga menggunakan Pasal 12B (untuk penerimaan-penerimaan lainnya)," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di KPK, Jakarta, Rabu (5/11).

Untuk lebih jelasnya, berikut bunyi pasal 12 huruf e dan f serta Pasal 12B dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menjerat Abdul Wahid:

Pasal 12e
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

Pasal 12f

pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

Untuk Pasal 12 huruf e dan f ini terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000

Pasal 12B

(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.




(zap/imk)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork