Mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi dituntut 8,5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022. Jaksa menyakini Ira bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus tersebut.
"Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama," kata jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025).
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun dan 6 bulan," imbuh jaksa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa juga menuntut Ira membayar denda Rp 500 juta. Jika denda tidak dibayar, diganti dengan pidana 4 bulan kurungan.
"Menghukum Terdakwa membayar denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," ujar jaksa.
Dalam sidang ini, jaksa juga membacakan tuntutan untuk dua terdakwa lainnya. Mereka ialah mantan Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono.
Yusuf Hadi dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Harry Muhammad Adhi Caksono dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Sebelumnya, Ira, Yusuf dan Harry didakwa merugikan negara Rp 1,25 triliun dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022. Jaksa KPK mengatakan kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam.
Sidang dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/7). Jaksa mengatakan perbuatan ini dilakukan Ira dkk bersama Adjie selaku beneficial owner PT JN.
"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.253.431.651.169 berdasarkan laporan penghitungan kerugian keuangan negara LHA-AF-08-DNA-05-2025 tanggal 28 Mei 2025," ujar jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto saat membacakan surat dakwaan.
(mib/whn)











































