Tuntutan di Atas 10 Tahun Bui bagi Hakim Pemvonis Lepas Kasus Migor

Mulia Budi - detikNews
Kamis, 30 Okt 2025 07:00 WIB
Jakarta -

Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sekaligus mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, serta tiga hakim terdakwa kasus suap vonis lepas perkara minyak goreng (migor) dituntut penjara di atas 10 tahun. Para terdakwa diyakini terbukti menerima suap terkait vonis lepas perkara minyak goreng.

Duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (29/10), Muhammad Arif Nuryanta yang pertama dituntut hukuman penjara. Jaksa meyakini Arif terbukti menerima suap terkait vonis lepas perkara minyak goreng.

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap dilakukan penahanan," ujar jaksa saat membacakan tuntutan.

Jaksa juga menuntut Arif membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Arif dituntut membayar uang pengganti Rp 15,7 miliar subsider 6 tahun penjara. Jaksa meyakini Arif Nuryanta terbukti bersalah melanggar Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Duduk Perkara

Majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas ke terdakwa korporasi minyak goreng diketuai hakim Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa Djuyamto, Agam, Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut.

Total suap yang diterima diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi minyak goreng, mereka kini juga diadili atas perkara tersebut.

Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan. Dalam surat dakwaan jaksa, dari total suap Rp 40 miliar, Arif didakwa menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.

Vonis lepas itu kemudian dianulir oleh Mahkamah Agung. Para korporasi yang menjadi terdakwa dalam kasus ini dijatuhi hukuman denda dan uang pengganti.




(rfs/rfs)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork