Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemerintah membuat lembaga independen untuk mengawasi ASN setelah Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) ditiadakan. Komisi II DPR menyebut perintah MK tersebut menjadi masukan dalam revisi UU ASN.
"Tentu komisi II DPR RI menghormati putusan MK. Hal ini akan menjadi salah satu masukan dalam revisi UU Aparatur Sipil Negara yang saat ini sudah teragendakan di dalam Prolegnas yang disepakati antara DPR dan pemerintah," kata Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda kepada wartawan, Jumat (17/10/2025).
Dia mengatakan Komisi II DPR tengah mengkaji revisi UU ASN bersama Badan Keahlian DPR RI. Dia berharap revisi itu dapat memperbaiki sistem terkait ASN.
"Yang pertama, menghadirkan sistem meritokrasi yang merata secara nasional, tidak boleh lagi ada kejomplangan antara ASN yang ada di daerah satu, dengan daerah lain, maupun ASN yang ada di pemerintah-pemerintah daerah dengan kementerian/lembaga," ujar Rifqinizamy.
Dia mengatakan revisi UU itu juga ditujukan agar seluruh ASN punya kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan. Dia menyebut isu politisasi ASN selama ini juga menjadi perhatian Komisi II DPR dalam merevisi UU.
"Yang kedua kita ingin memastikan bahwa semua ASN itu memiliki kesempatan yang sama untuk menduduki semua jabatan di K/L maupun pemerintahan daerah yang berlaku secara nasional sehingga isu tentang politisasi ASN yang selama ini terjadi terutama di Pemda menjelang Pemilu maupun Pilkada itu tidak terjadi sehingga niat baik Komisi II DPR dengan kehendak putusan MK ini memiliki keinginan yang sama," sambungnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, mengatakan lembaga independen yang mengawasi ASN itu harus memiliki tugas yang jelas. Dia menyebut pembagian tugas pengawasan ASN dibagi ke sejumlah institusi setelah KASN ditiadakan.
"Memang selama ini, setelah fungsi KASN ditiadakan maka pembagian tugas dibagi beberapa lembaga. Ada BKN sebagai 'operator' pengangkatan dan penempatan, dan pemberhentian. Lalu ada PAN RB sebagai regulator kebijakan strategi reformasi birokrasi, peningkatan karier dan kompetensi," kata Dede Yusuf.
"Ada juga K/L misal Kemendagri sebagai pembinaan dan pengawasan ASN utamanya yang ditempatkan di daerah. Jika dibutuhkan lembaga independen baru lagi tentu harus jelas tupoksinya nanti dan bertanggungjawab kepada siapa," sambungya.
Dia mengatakan tupoksi lembaga independen yang dimaksud MK itu harus jelas. Dia ingin tugas lembaga independen itu sesuai harapan.
"Jadi harus jelas dulu, apapun lembaganya. Karena dulu juga banyak lembaga atau badan-badan dibentuk, tapi tupoksinya tidak jalan sesuai harapan. Harus diperjelas dulu kewenangannya," ungkapnya.
Diketahui, MK mengabulkan sebagian gugatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait ditiadakannya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). MK memerintahkan pemerintah membuat lembaga independen untuk mengawasi ASN setelah KASN tidak ada.
"Dalam permohonan, mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 26 ayat 2 huruf d UU 20/2023 tentang ASN bertentangan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'penerapan pengawasan sistem merit, termasuk pengawasan terhadap penerapan asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN yang dilakukan oleh suatu lembaga independen'," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan yang disiarkan di YouTube MK, Kamis (16/10).
Simak juga Video 'KPK Buka Lowongan 6 Jabatan Pimpinan Tinggi Khusus ASN':
(dwr/haf)