Eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meminta hakim membatalkan status tersangkanya di kasus pengadaan laptop Chromebook. Nadiem pun memberikan sejumlah alasan dalam sidang praperadilan.
Sidang perdana gugatan praperadilan Nadiem Makarim melawan Kejaksaan Agung RI diadili oleh hakim tunggal I Ketut Darpawan. Persidangan digelar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025).
Berikut fakta-faktanya:
1. Pengacara: Nadiem Belum Pernah Diperiksa Sebagai Calon Tersangka
Kuasa hukum Nadiem mengatakan kliennya belum pernah diperiksa sebagai calon tersangka dalam kasus korupsi pengadaan laptop tersebut. Dia mengatakan surat perintah penyidikan (Sprindik) yang menyebutkan nama penetapan tersangka Nadiem dikeluarkan pada hari yang sama dengan penahanan Nadiem, yakni pada Kamis (4/9).
"Bahwa sejak diterbitkannya Sprindik tanpa menyebutkan identitas tersangka pada tanggal 20 Mei 2025, termohon ternyata baru menetapkan pemohon sebagai tersangka pada 4 September 2025 sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025 atas nama Nadiem Anwar Makarim," ujarnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Kemudian, pada hari yang sama dengan penetapan tersangka terhadap pemohon, termohon melakukan penahanan terhadap pemohon berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor PRIN-55/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025 atas nama Nadiem Anwar Makarim," tambahnya.
2. Penetapan Tersangka Disebut Tak Diikuti Hasil Audit BPKP
Dia menyebutkan penetapan tersangka Nadiem tak diikuti dengan hasil audit kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menurut dia, penetapan tersangka Nadiem tidak sah karena tak memenuhi syarat dua permulaan bukti yang cukup.
"Telah tidak disertai dengan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara yang bersifat nyata, actual loss oleh BPKP. Bahwa secara de facto, pada saat termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka, BPKP selaku auditor masih melakukan pendalaman dan belum menerbitkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara yang bersifat nyata secara resmi," ujarnya.
Dia mengatakan Nadiem ditetapkan sebagai tersangka sebelum ada penerbitan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Dia menyebut penahanan Nadiem dilakukan secara sewenang-wenang oleh Kejagung.
"Tanpa diterbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan atau SPDP terlebih dahulu, sebelum melakukan upaya paksa tersebut maupun setelah dikeluarkan surat perintah penyidikan," ujarnya.
Dia meminta hakim menyatakan penetapan tersangka dan penahanan Nadiem cacat formal. Dia mengatakan identitas Nadiem pada surat penetapan tersangka itu tertulis dengan kapasitas karyawan swasta bukan anggota kabinet kementerian sesuai KTP.
"Dalam hal ini pemohon ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022, yang mana dalam hal ini mencantumkan pemohon sebagai karyawan swasta, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia periode tahun 2019-2024," ujarnya.
"Bahwa berdasarkan kartu identitas penduduk (KTP) yang dimiliki oleh pemohon dalam hal ini mencantumkan pekerjaan pemohon sebagai anggota kabinet kementerian," tambahnya.
(lir/lir)