Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Suharyanto menyampaikan gempa Sumenep berdampak pada proses evakuasi Ponpes Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, yang ambruk. Tim SAR membuat gorong-gorong sebagai akses untuk menyelamatkan korban karena celah pada reruntuhan bangunan menyempit.
"Reruntuhan yang semula masih ada celah untuk sekitar 30 cm untuk tim evakuasi masuk menolong korban (menurun efek gempa Sumenep) jadi turun lagi tinggal sekitar 10 sampai 15 cm. Tim evakuasi jadi harus membuat lubang atau gorong-gorong untuk masuk ke titik korban," kata Suharyanto saat dihubungi, Kamis (2/10/2025).
Suharyanto menuturkan usai gempa di Sumenep Selasa (30/9) kemarin, proses evakuasi korban memerlukan upaya khusus. Dia mengatakan tim evakuasi kembali berhasil menyelamatkan satu santri pada Rabu (1/10) sore.
"Gempa mengakibatkan runtuhnya pondok tersebut tambah parah (lebih turun) sehingga tentu saja proses evakuasi memerlukan upaya khusus," tuturnya.
"Tetapi alhamdulillah, Rabu sore ini sudah berhasil menyelamatkan satu santri yang masih hidup dan sekarang proses evakuasi sedang terus dilakukan. Semoga nanti bertambah lagi santri yang masih hidup bisa diselamatkan," lanjutnya.
Batas Golden Time
Tim SAR berupaya mengevakuasi korban melalui 15 titik. Pada Rabu (1/10), sebanyak 7 korban dapat dievakuasi di mana 2 orang di antaranya dalam kondisi meninggal dunia.
Total korban yang telah dievakuasi ada sebanyak 107 orang, dengan lima di antaranya dinyatakan meninggal dunia.
Basarnas mengungkap 7 korban dari 15 titik reruntuhan bangunan Ponpes Al Khoziny, di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, masih merespons. Tim Basarnas berkejaran dengan waktu.
"Sesuai teori, memang 72 jam (3 hari), namun pada saat kami sudah bisa menyentuh korban: kami sudah bisa menyuplai minuman, vitamin, infonya sudah bisa kami berikan. Ini memungkinkan yang bersangkutan bisa bertahan lebih lama," ujar Kepala Basarnas Marsekal Muda TNI Mohammad Syafii, dilansir detikJatim, Rabu (1/10).
Berdasarkan sejumlah sumber yang dihimpun detikJatim, golden time adalah istilah yang menjadi prosedur wajib untuk penyelamatan korban bencana alam apakah gempa bumi, tanah longsor, banjir, gunung meletus, dan tsunami. Istilah golden time mewakili kondisi korban bencana yang memiliki waktu bertahan selama 3 hari tanpa makan dan minum di tengah situasi seperti terjepit reruntuhan.
Batas waktu tiga hari itulah yang harus dimaksimalkan dengan tindakan pencarian dan penyelamatan yang cepat dan terukur demi menyelamatkan nyawa para korban bencana.
Tim SAR terus mengoptimalkan evakuasi demi mengejar golden time 72 jam atau 3 hari sejak kejadian agar korban yang masih hidup bisa diselamatkan. Peristiwa ini terjadi Senin (29/9) sore sekitar pukul 15.00 WIB, maka golden time yang tersisa tinggal sehari hingga Kamis (2/10) sore pukul 15.00 WIB.
(dek/jbr)