Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terkait syarat pendidikan minimal calon presiden serta calon anggota legislatif dalam UU Pemilu dan calon kepala daerah dalam UU Pilkada. Hakim MK menolak mengubah syarat pendidikan minimum dalam kedua UU itu.
"Mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar ketua hakim MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan 154/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi, Senin (29/9/2025).
Hakim MK menilai tidak terdapat persoalan konstitusionalitas norma berkenaan dengan persyaratan pendidikan calon presiden, anggota legislatif dalam UU Pemilu dan syarat calon kepala daerah yang diatur dalam Pasal 182 huruf e dan Pasal 240 ayat (1) huruf e UU 7/2017 juncto Pasal 7 ayat (2) huruf c UU 10/2016. Hakim MK menilai dalil permohonan pemohon yang meminta syarat pendidikan itu diubah menjadi sarjana tidak beralasan menurut hukum.
"Menurut Mahkamah dalil Pemohon berkenaan dengan syarat pendidikan paling rendah bagi calon presiden dan calon wakil presiden, calon anggota DPD, calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, serta calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota sebagaimana diatur dalam norma Pasal 169 huruf r, Pas 182 huruf e, dan Pasal 240 ayat (1) huruf e UU 7/2017 juncto Pasal 7 ayat (2) huruf c UU 10/2016 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum," ujar hakim MK Ridwan Mansyur.
Sebagai informasi, gugatan ini diajukan oleh warga bernama Hanter Oriko Siregar. Pemohon meminta MK mengubah syarat pendidikan capres-cawapres, caleg, hingga calon kepala daerah dari minimal SMA menjadi sarjana atau S-1.
(mib/haf)