Ini Putusan MK yang Bikin TNI Tak Bisa Laporkan Ferry Irwandi

Ini Putusan MK yang Bikin TNI Tak Bisa Laporkan Ferry Irwandi

Zunita Putri - detikNews
Kamis, 11 Sep 2025 15:19 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)-(Anggi Muliawati/detikcom
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) (Anggi Muliawati/detikcom)
Jakarta -

Menteri Koordinator (Menko) Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyatakan TNI tidak bisa melaporkan kreator konten Ferry Irwandi atas dugaan pencemaran nama baik karena ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Seperti apa putusannya?

Putusan MK itu tertuang dengan nomor 105/PUU-XXII/2024. Putusan ini diucapkan dalam sidang pleno MK pada 29 April 2025 oleh sembilan hakim konstitusi, yaitu Suhartoyo selaku ketua merangkap anggota serta Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Anwar Usman, Daniel Yusmic P Foekh, Arief Hidayat, M Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani yang masing-masing sebagai anggota.

Pemohon perkara ini adalah Daniel Frits Maurits Tangkilisan yang merupakan karyawan swasta. Dalam permohonannya, Daniel memohon MK agar MK menguji UU ITE Pasal 27A, Pasal 45 ayat 4, Pasal 28 ayat 2, dan Pasal 45A ayat 2.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Putusan MK

Dalam amar putusannya, MK mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. MK menyatakan frasa 'orang lain' dalam Pasal 27A serta Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan'," bunyi amar putusan MA.

Kemudian, MA juga menyatakan frasa 'suatu hal' dalam pasal yang sama tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'suatu perbuatan yang merendahkan kehormatan atau nama baik seseorang'.

"Menyatakan frasa 'mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu' dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang ITE tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat," demikian bunyi putusan.

"Sepanjang tidak dimaknai 'hanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang secara substantif memuat tindakan/penyebaran kebencian berdasar identitas tertentu yang dilakukan secara sengaja dan di depan umum, yang menimbulkan risiko nyata terhadap diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan'," sambungnya.

Dalam pertimbangannya, MK mengatakan UU 11/2008 itu konteksnya sama dengan Pasal 433 ayat (1) KUHP 2023, yaitu frasa 'orang lain' dalam melakukan tindakan pencemaran di dua aturan itu merujuk kepada seseorang, bukan lembaga pemerintah dan sekelompok orang.

"Oleh karena terdapat adanya ketidakjelasan batasan frasa 'orang lain' dalam Pasal 27A UU 1/2024 yang diserang kehormatan atau nama baiknya maka norma pasal a quo rentan untuk disalahgunakan. Padahal, Pasal 433 ayat (1) KUHP 2023 juga sama-sama menggunakan frasa 'orang lain' untuk merujuk pada korban dari pencemaran nama baik. Dengan merujuk pada Pasal 433 ayat (1) KUHP 2023 dan Penjelasannya, sekali lagi tanpa bermaksud menilai konstitusionalitas norma-norma yang terdapat dalam KUHP 2023, terhadap hal tersebut telah ditentukan pihak yang tidak bisa menjadi korban dari tindak pidana pencemaran nama baik, yaitu lembaga pemerintah atau sekelompok orang," kata MK dalam pertimbangannya.

"Dalam kaitan ini, untuk menerapkan Pasal 27A UU 1/2024, menurut Mahkamah, tetap harus mengacu pada ketentuan KUHP, in casu Pasal 310 KUHP yang saat ini masih berlaku, termasuk sebagaimana yang telah dimaknai oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 21 Maret 2024 khususnya pemaknaan atas Pasal 310 ayat (1) KUHP yang mengatur mengenai pencemaran terhadap seseorang atau individu. Artinya, pasal tersebut hanya dapat dikenakan terhadap pencemaran yang ditujukan kepada orang perseorangan," jelas MK.

MK menyatakan, apabila badan hukum menjadi korban pencemaran, ia tidak bisa menjadi pihak pengadu atau pelapor. MK juga menyebutkan hanya korban (individu) yang dicemarkan nama baiknya yang dapat melaporkan kepada aparat penegak hukum dan bukan perwakilannya.

"Oleh karena itu, dikecualikan dari ketentuan Pasal 27A UU 1/2024 apabila yang menjadi korban pencemaran nama baik bukan individu atau perseorangan, melainkan lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas yang spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan. Walakin, pengecualian tersebut tidak menutup kemungkinan pihak yang dikecualikan mengajukan gugatan dengan menggunakan sarana hukum perdata," katanya.

"Dengan demikian, untuk menjamin kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, maka terhadap Pasal 27A UU 1/2024 harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat, sepanjang frasa 'orang identitas spesifik atau tertentu, lain' tidak dimaknai 'kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan institusi, korporasi, profesi atau jabatan'," imbuhnya MK.

Lihat juga Video: Dansatsiber TNI Temukan Dugaan Tindak Pidana Ferry Irwandi

Halaman 3 dari 3
(zap/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads