Pengacara Ariyanto Bakri mengaku pernah meminta mantan panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, memberikan keterangan yang sama di persidangan. Ariyanto meminta Wahyu tidak saling menyudutkan.
Hal itu disampaikan Ariyanto Bakri saat dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan suap vonis lepas migor di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (27/8/2025). Duduk sebagai terdakwa yaitu Muhammad Arif Nuryanta, Wahyu Gunawan, Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.
Ariyanto merupakan suami dari pengacara Marcella Santoso. Ariyanto dan Marcela juga menjadi tersangka dalam kasus vonis lepas dengan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pernah nggak saudara saksi mengatakan kepada terdakwa di dapur kejaksaan 'nanti keterangan lu sama dengan gua di persidangan', pernah saudara ungkapkan itu?" tanya ketua majelis hakim Effendi.
"Mungkin pernah, Pak," jawab Ariyanto.
"Jangan mungkinlah, ada nggak?" tanya hakim.
"Ada, Pak," jawab Ariyanto.
Ucapan itu disampaikan Ariyanto ke Wahyu saat berada di tahanan. Wahyu menanyakan motivasi Ariyanto menyampaikan hal tersebut.
"Apa motivasi saudara saksi menyampaikan itu kepada saya agar saya memberikan keterangan di persidangan sama dengan saksi, baik itu keterangan dalam hal penyampaian di persidangan maupun sampai nilai uang, harus bilang Rp 60 miliar. Apa motivasi saudara saksi? Apa maksud dan tujuan saudara saksi menyampaikan seperti itu?" tanya Wahyu.
"Pada waktu itu juga ada pembicaraan apa? Saudara katakan nanti uang sama Rp 60 miliar, ada saudara bilang sama saudara terdakwa itu?" potong hakim.
"Ada," jawab Ariyanto.
"Apa motivasi saudara menyampaikan itu?" tanya hakim.
"Saya bisa jelaskan, Yang Mulia, saya menjelaskan sudah ada bisikan kepada saya terutama obrolan-obrolan dari para hakim yang sudah ada di 7A yang tinggal dengan saya," jawab Ariyanto.
"Saudara dapat masukan?" tanya hakim.
"Dari hakim-hakim juga yang tinggal bareng kami, Pak Djuyamto, Pak Ali, Pak Agam. Kita tinggal dalam satu mes bareng, Pak, ditahan bareng," jawab Ariyanto.
Ariyanto mengaku tinggal dalam tahanan yang sama dengan Djuyamto, Agam, Ali, dan Wahyu. Dia mengaku mendengar informasi jika Wahyu hanya mengakui penerimaan duit suap vonis lepas perkara migor Rp 40 miliar, bukan Rp 60 miliar.
"Dalam obrolan-obrolan itu kan dari pagi ke pagi, 'kayaknya kamu fight sama Wahyu', 'kenapa?' Saya bilang, 'saya baik sama dia, dia banyak dapat uang dari saya, saya yang hidupin dia dengan keluarganya', saya bilang seperti itu. 'Dia nggak mengakui kalau dia terima Rp 60 miliar, dia terima dengan uang hanya Rp 40 miliar dan kita kebagian Ry, semua, MAN segini, saya segini, Ali segini, Agam segini, Djuyamto segini'," ujar Ariyanto.
Ariyanto mengaku kaget mendengar informasi tersebut. Dia mengatakan memiliki 1.000 bukti yang bisa membuktikan penyerahan Rp 60 miliar ke Wahyu.
"Saya sangat kaget, kalau dia bisa mengatakan itu uang hanya 40 miliar, saya punya seribu bukti untuk dia," ujar Ariyanto.
Ariyanto lalu menanggapi pertanyaan Wahyu terkait motivasi meminta Wahyu menyampaikan keterangan yang sama di persidangan. Dia mengatakan maksud ucapannya agar Wahyu tak saling menyudutkan terkait jumlah duit tersebut.
"Kembali ke pertanyaan beliau, Pak, saya akan jelaskan lagi. Pertanyaan beliau, lu jangan saling menyudutkan deh, gua banyak hidupin keluarga lu," ujar Ariyanto.
"Jadi motivasi saudara?" tanya hakim.
"Motivasi saya baik, Pak," jawab Ariyanto.
"Motivasi saudara jangan menyudutkan?" tanya hakim.
"Saling menyudutkan," jawab Ariyanto.
Dalam kasus ini, majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas ke terdakwa korporasi migor diketuai hakim Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa Djuyamto, Agam, Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut.
Total suap yang diterima diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi migor tersebut.
Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta serta mantan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Dalam surat dakwaan jaksa, dari total suap Rp 40 miliar, Arif didakwa menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.