Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada 1.178 narapidana. Salah satunya Andi Andoyo, yang divonis 16 tahun penjara karena membunuh seorang wanita di dekat mal di Jakarta Barat.
Hal itu diketahui dari surat Dirjen Pemasyarakatan nomor PAS-PK.01.02-1296 tentang perubahan batas waktu pembebasan amnesti dan penyampaian salinan Keppres amnesti bagi narapidana yang dilihat detikcom, Selasa (5/8/2025). Surat itu ditujukan kepada para kantor wilayah Ditjen Pas di seluruh Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Surat itu merupakan tindak lanjut dari penerbitan Keppres Nomor 17 Tahun 2025 tentang pemberian amnesti. Dalam dokumen itu, tertera nama para narapidana yang mendapat amnesti, masa hukuman, serta lokasi penahanannya.
Salah satu nama di dalam surat itu ialah Andi Andoyo bin Adnan Sujiono. Dalam surat itu, Andi disebut menjalani hukuman 16 tahun penjara di Rutan Kelas I Jakarta Pusat.
Menteri Imipas Agus Andrianto mengatakan seluruh terpidana yang mendapat amnesti telah dibebaskan. Dia mengatakan mereka dibebaskan pada Sabtu (2/8).
"Sudah kemarin hari Sabtu," kata Agus sesuai rapat koordinasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan di Jakarta Pusat, Senin (4/8).
Sebagai informasi, Andi Andoyo divonis 16 tahun penjara karena terbukti bersalah membunuh perempuan bernama Fresa Danella (44) di dekat mal di Jakarta Barat. Polisi sempat menyampaikan penyidikan kasus tersebut akan dihentikan karena pelaku mengidap gangguan jiwa.
Pembunuhan itu dilakukan Andi pada 26 September 2023. Polisi kemudian menangkap Andi. Hasil pemeriksaan awal mengungkap pelaku mengalami skizofrenia paranoid.
Dalam catatan pemberitaan detikcom, polisi sempat menyampaikan ke publik mengenai perkembangan kasus tersebut pada Oktober 2023. Saat itu polisi mengatakan penyidikan kasus akan dihentikan karena pelaku mengidap gangguan jiwa.
"Penyidik berpedoman kepada KUHAP maupun KUHP di dalam melaksanakan proses penyidikan, maka kita ikuti apa yang menjadi ketentuan di dalam KUHAP maupun KUHP. Di mana di dalam KUHAP dijelaskan bahwa dalam Pasal 109, penyidik memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan," ujar Kapolres Jakbar saat itu, Kombes M Syahduddi, di Polres Jakbar, Selasa (23/10/2023).
Syahduddi menjabarkan ada tiga hal yang membuat penyidikan perkara bisa dihentikan. Pertama, karena tidak cukup bukti; kedua, bukan merupakan tindak pidana; dan terakhir, demi hukum.
"Nah, demi hukum ini ada beberapa aspek, salah satunya adalah ketika pelaku mengalami gangguan jiwa, maka tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Nah, inilah yang menjadi pedoman kita di dalam proses penanganan selanjutnya," kata Syahduddi.
"Dan ini diperkuat dengan Pasal 44 KUHP, di mana dalam Pasal 44 KUHP dijelaskan bahwa barang siapa melakukan perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, dikarenakan jiwanya cacat dalam pertumbuhan ataupun terganggu karena suatu penyakit, itu tidak dapat dipidana," lanjutnya.
Kapolsek Grogol Petamburan saat itu, Kompol Muharam Wibisono, juga menyebut pihaknya telah melakukan serangkaian prosedur hukum dalam mengusut kasus tersebut. Andi telah diperiksa kejiwaannya karena kerap memberikan keterangan yang berubah-ubah.
"Pada saat proses penyidikan, kita periksa kejiwaan yang bersangkutan di RS Polri Kramat Jati. Saat itu dinyatakan sedang alami gangguan jiwa dan perbuatannya bagian dari gangguan kejiwaannya dan harus direhabilitasi di rumah sakit jiwa untuk melihat perkembangan perilakunya," kata Wibisono.
Andi Andoyo kemudian menjalani rehabilitasi di RS Jiwa Grogol selama dua pekan. Selama proses rehabilitasi itu, kata Wibisono, proses penyidikan yang dilakukan pihaknya tetap berjalan. Dia mengatakan hasil rehabilitasi dua pekan itu menunjukkan Andi Andoyo dapat bersosialisasi dengan masyarakat sehingga proses hukum dilanjutkan.
Andi Andoyo mulai diadili pada 29 Februari 2024. Pada 8 Juli 2024, Andi Andoyo menjalani sidang vonis. Hakim menjatuhkan vonis 16 tahun penjara kepada Andi karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan.
Simak juga Video: Yusril soal Yulianus Paonganan Dapat Amnesti dari Prabowo