Dittipideksus Bareskrim Polri melalui Satgas Pangan Polri telah menaikkan kasus dugaan beras oplosan atau beras yang tidak memenuhi standar mutu, kualitas, dan volume ke tahap penyidikan. Polisi segera melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka.
Dirtipideksus sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, mengatakan penyidikan ini sebagaimana arahan dari Presiden Prabowo Subianto yang meminta kasus segera diusut tuntas.
"Kasus yang menjadi atensi Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto. Karena memang sangat merugikan masyarakat, penjualan beras premium dan premium yang tidak sesuai standar atau mutu yang tertera pada kemasan," kata Helfi dalam jumpa pers di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus ini diusut berdasarkan laporan dari Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap temuan 268 beras pada 212 merek tidak sesuai dengan ketentuan. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukan adanya dugaan pidana dalam kejanggalan peredaran beras di masyarakat.
"Berdasarkan hasil penyidikan, telah ditemukan adanya dugaan peristiwa pidana, sehingga dari hasil gelar perkara kita, status penyelidikan kita tinggalkan menjadi penyidikan," ujar Helfi.
Setelah kasusnya naik penyidikan, petugas pun segera melakukan sejumlah langkah, mulai memeriksa beberapa produsen, di antaranya PT Padi Indonesia Maju (PIM) dengan merek Sania; PT Food Station (FS) dengan merek Sentra Ramos Biru, Sentra Ramos Merah, dan Sentra Ramos Pulen; serta Toko Sentra Raya (SY) dengan merek Jelita dan Anak Kembar.
Di samping itu, penggeledahan juga dilakukan di gudang produsen beras PT PIM di Serang, Banten, serta kantor dan gudang di PT FS yang berlokasi di Jakarta Timur.
Meski telah naik penyidikan, saat ini belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus itu. Namun Helfi tak menutup kemungkinan bakal menjerat individu ataupun korporasi jika terbukti melakukan pelanggaran.
"Rencana tindak lanjut pemeriksaan saksi-saksi dari pihak korporasi dalam hal ini produsen beras yang memproduksi merek yang tidak sesuai dengan standar mutu. Melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka," tutur Helfi.
"Kemudian, terkait masalah nanti tersangka bisa perorangan dan bisa korporasi. Kenapa demikian? Karena profitnya otomatis perusahaan akan menikmati. (Sedangkan) pelakunya pihak-pihak yang ditunjuk melakukan ini," terangnya.
Pelaku pengoplos beras terancam Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Ancaman hukuman Pasal 62 Undang-Undang perlindungan konsumen yaitu pidana penjara 5 tahun maksimal dan denda maksimal Rp 2 miliar. Untuk ancaman hukuman undang-undang tindak pidana pencucian uang, yaitu pidana penjara 20 tahun dan denda Rp 10 miliar," pungkas Helfi.
Tonton juga Video: Bareskrim Sita 201 Ton Beras Oplosan