KPK telah bersurat ke Presiden Prabowo Subianto hingga DPR RI terkait revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). KPK berharap bisa melakukan audiensi untuk menyampaikan pandangannya terkait RKUHAP tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK, Imam Akbar Wahyu Nuryamto, dalam acara diskusi bertajuk 'Menakar Dampak RUU Hukum Acara Pidana bagi Pemberantasan Korupsi' di KPK pada Selasa (22/7/2025).
"Beberapa waktu yang lalu kami telah menyampaikan surat ke Ketua DPR dengan tembusan Ketua Komisi 3. Kami menyampaikan harapan untuk bisa beraudiensi, sekaligus kami menyampaikan pandangan dan usulan atau konfirmasi terhadap rancangan KUHAP yang kami pegang," kata Imam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kami tidak tahu yang berkembang itu seperti apa sampai dengan saat ini. Termasuk juga kami menyampaikan surat audiensi dan usulan tersebut kepada Presiden, CC Menteri Hukum," tambahnya.
Imam mengatakan bahwa KPK mendukung pembaruan dari KUHAP itu sendiri. Namun, kata dia, dalam prosesnya diharapkan melibatkan pihak terkait seluas-luasnya.
"Harus memperhatikan partisipasi publik, termasuk KPK karena sependek pengetahuan kami sampai detik ini belum ada undangan atau respons atas permintaan kami untuk audiensi menyampaikan usulan atau pandangan," ucapnya.
Imam menyebut KPK telah merumuskan kajian terkait RKUHAP tersebut. Menurutnya, tim kajian itu merumuskan 17 masalah yang ada.
"Maka sebenarnya tim telah merumuskan kajian dengan mengundang juga berbagai narasumber terkait yang kebetulan juga beberapa narasumber ini juga merupakan expert yang diminta, diperdengarkan oleh DPR di satu sisi dan oleh pemerintah di sisi yang lain," ujar Imam.
Selain itu, Imam juga menyinggung peluang operasi tangkap tangan (OTT) menjadi kecil jika RUU KUHAP disahkan. Sebab, jika ada perubahan di tahap penyelidikan, itu akan mempengaruhi OTT.
"Kalau dari tahap penyelidikan atau memperoleh bukti permulaan itu berubah,tidak seperti yang sekarang, maka kemungkinan untuk menjadi tangkap tangan itu semakin kecil," sebutnya.
"Ada problem berkaitan dengan tahapan penyelidikan atau sekurang-kurangnya bagaimana kita memperoleh bukti permulaan," tambah dia.
Meski begitu, mekanisme hukum terkait tangkap tangan ini masih tercantum di RUU KUHAP yang ada. Sehingga tetap masih bisa dilakukan OTT.
"Berkaitan dengan tangkap tangan, tangkap tangan adalah mekanisme hukum yang disediakan sejak KUHAP, baik yang dulu maupun kami lihat di draft yang sekarang tertangkap tangan masih ada,"sebutnya.
(ial/fas)