Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (HGR) alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, telah ditahan KPK. Keduanya menambah daftar panjang pasangan suami istri (pasutri) yang mendekam di Rutan KPK.
Mbak Ita dan Alwin ditahan KPK sejak Rabu (19/2). Keduanya merupakan tersangka kasus korupsi di Pemkot Semarang.
Penahanan Mbak Ita juga dilakukan dengan melalui sejumlah drama. KPK harus menunggu hingga panggilan keempat sebelum menahan Mbak Ita. Kader PDIP itu akhirnya hadir memenuhi panggilan pemeriksaan KPK di hari terakhir menjabat sebagai Wali Kota Semarang.
Dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (19/2), peran Mbak Ita dan Alwin diungkap KPK. Keduanya berperan dalam kasus suap proyek kursi SD, memotong tunjangan ASN dan gratifikasi.
"Bahwa sejak saat HGR menjabat sebagai Wali Kota Semarang, HGR dan AB telah menerima sejumlah uang dari fee atas pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang TA 2023, pengaturan proyek penunjukan langsung pada tingkat kecamatan TA 2023 dan permintaan uang ke Bapenda Kota Semarang," kata Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo dalam konferensi pers.
Baca juga: KPK Menanti Hasto Tepati Janji |
Dalam perkara pertama, Mbak Ita dan Alwin diduga terlibat dugaan korupsi pada proyek pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada dinas pendidikan Kota Semarang. Keduanya diduga menerima uang sebesar Rp 1,7 miliar.
"Bahwa atas keterlibatan dari AB membantu RUD (direktur PT Deka Sari Perkasa) mendapatkan proyek tersebut, RUD telah menyiapkan uang sebesar Rp 1.750.000.000 atau sebesar 10 persen untuk AB," katanya.
Sedangkan dalam perkara kedua, Mbak Ita dan suaminya, diduga terlibat dalam pengaturan pada proyek penunjukan langsung pada tingkat kecamatan. Alwin diduga menerima uang sebesar Rp. 2 miliar.
"Bahwa pada sekitar bulan Desember tahun 2022, M menyerahkan uang senilai Rp 2 miliar kepada AB sebagai commitment fee proyek PL Kecamatan," jelasnya.
Dan yang terakhir, perkara permintaan uang dari kepada Bapenda Kota Semarang. Keduanya menerima uang sebesar Rp 2,4 miliar.
"IIN memberikan uang sekurang-kurangnya Rp.2.400.000.000 (Rp 2 miliar) kepada HGR dan AB yang dipotong dari iuran sukarela Pegawai Bapenda Kota Semarang dari TPP triwulan 1 sampai dengan 4 tahun 2023," kata Ibnu.
Jika dijumlahkan, Mbak Ita dan suaminya mendapat total uang sekitar Rp 6 miliar dalam 3 perkara tersebut. Keduanya dijerat pasal terkait suap hingga gratifikasi.
Mbak Ita dan Alwin bukan pasutri pertama yang ditahan oleh KPK karena kompak melakukan korupsi. KPK sebelumnya telah menjerat dan menahan 13 pasutri akibat terlibat korupsi. Berikut rinciannya:
1. Mantan Bendum Demokrat M Nazaruddin dan Neneng Sri Wahyuni (April 2012)
Menerima suap Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah, pemenang lelang proyek Wisma Atlet, serta kasus pencucian uang. Nazaruddin dipidana bui 13 tahun, sedangkan Neneng 6 tahun.
2. Mantan Bupati Karawang Ade Swara dan Nurlatifah (Januari 2015)
Menerima suap senilai Rp 5 miliar dari CEO PT Tatar Kertabumi, Aking Saputra, untuk penerbitan Surat Persetujuan Pemanfaatan Ruang (SPPR). Selain itu, keduanya dijerat pencucian uang. Ade kemudian dihukum penjara 6 tahun, sedangkan Nurlatifah 5 tahun.
3. Mantan Wali Kota Palembang Romi Herton dan Masyitoh (Maret 2015)
Romi menyuap Ketua MK Akil Mochtar saat itu senilai Rp 14,145 miliar dan USD 316.700, dibantu Masyitoh. Tujuannya mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil pilkada Kota Palembang. Pasutri itu juga dijerat dengan pasal pemberian kesaksian palsu di persidangan. Romi lalu dihukum 7 tahun penjara, sedangkan Masyitoh 5 tahun. Romi meninggal di Lapas Gunung Sindur pada September 2017.
Pasutri ini menyuap 3 hakim dan panitera di PTUN Sumatera Utara. Uang suap senilai USD 15 ribu dan SGD 5.000 lewat pengacara OC Kaligis. Selain itu, Gatot kembali dijerat kasus korupsi dana hibah dan dana bantuan sosial (bansos). Gatot kini menjalani hukuman total 12 tahun, sedangkan Evy 2,5 tahun penjara dan telah bebas.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
(ygs/yld)