3 Putusan Terkini MK Terkait Pemilu, Termasuk Hapus Ambang Batas Capres

Haris Fadhil - detikNews
Minggu, 05 Jan 2025 14:59 WIB
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sejumlah permohonan yang terkait dengan proses pemilu. Setidaknya ada tiga putusan penting MK yang bakal memengaruhi aturan pemilu.

Putusan-putusan krusial itu diketok MK dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). Berikut ini tiga putusan terkini MK terkait pemilu:

Hapus Ambang Batas Capres 20%

MK mengabulkan permohonan empat mahasiswa bernama Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna. Permohonan mereka itu terdaftar sebagai perkara nomor 62/PUU-XXII/2024.

Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK untuk:

1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Atau Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Adapun isi Pasal 222 UU Pemilu yang digugat itu ialah:

Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Para pemohon mengajukan gugatan karena menanggap presidential threshold yang didasarkan pada hasil pemilu sebelumnya melanggar Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. Mereka mengatakan penggunaan suara sah pemilu sebelumnya untuk mengajukan capres-cawapres tidak masuk akal.

"Presidential threshold yang mendasarkan syarat keterpenuhannya pada suara pemilu sebelumnya telah melanggar asas periodik dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. Sebab, Pemohon memahami suara hanya digunakan untuk satu kali pemilu. Sehingga presidential threshold dengan minimal kursi dan suara sah pemilu DPR tidaklah logis karena pemilu serentak antara presiden dan legislatif (DPR, DPD, dan DPD) jika didasarkan pada penghitungan hasil Pemilu DPR 5 (lima) tahun sebelumnya. Tentunya Mahkamah harus merenungkan dan mempertimbangkan secara mendalam bahwa perhitungan suara yang didasarkan pada pemilu sebelumnya tidak memberikan jaminan pada penghormatan atau pemenuhan hak rakyat untuk memilih (right to vote) atau mendapatkan sebanyak-banyak pilihan alternatif pasangan calon presiden," demikian pandangan pemohon sebagaimana dikutip dari putusan tersebut.

MK pun mengabulkan permohonan tersebut untuk seluruhnya. MK menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat alias dihapus.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar MK.




(haf/imk)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork