Tim patroli gabungan berhasil mengamankan lima pelaku perburuan liar di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Kelimanya diamankan setelah diduga memburu kawanan burung di dalam kawasan konservasi.
Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) Ardi Andono mengatakan kelima pelaku yang diamankan inisial D, R, SU, J dan SA, warga Desa Ujung Jaya, Kecamatan Sumur, Pandeglang. Mereka ditangkap di wilayah zona inti Semenanjung Ujung Kulon atau tempat habitat badak Jawa.
"Kejadian ini bermula ketika tim gabungan mendapatkan rintisan baru di dalam zona inti kawasan TN Ujung Kulon. Dan selanjutnya tim melakukan penyergapan dan menemukan pelaku dengan inisial D kemudian menangkap saudara R dan pelaku lainnya inisial SU, J dan SA, pada tempat yang berbeda," katanya, Senin (30/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada saat ditangkap, Ardi mengatakan ditemukan 10 burung hasil perburuan. Menurutnya, burung tersebut merupakan satwa yang dilindungi dan berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem hutan di Ujung Kulon.
"Dari 10 ekor burung yang ditangkap, 3 ekor burung Cucak Ranting/Cucak Daun dengan nama latin Chloropsis cochinchinensis, 6 ekor burung Kores/Empuloh Jenggot dengan nama latin Alopoixus bres, dan 1 ekor burung Seruling/Kacembang Gadung dengan nama latin Irena puella," terangnya.
Ardi mengatakan selain melakukan perburuan, para pelaku juga mengambil kamera trap yang dipasang oleh petugas. Ardi mengatakan para pelaku memasuki kawasan konservasi itu, dengan melewati sungai-sungai kecil untuk menghindari petugas. Ardi menduga tindakan perburuan ini sudah dilakukan sebelumnya oleh para pelaku.
"Dari perilaku mereka ngambil kamera trap, ngambil memori, kemudian mereka sudah membawa beras masuknya lewat sungai kecil untuk menghindari patroli laut. Itu kemungkinan mereka udah paham betul," ungkapnya.
Ardi belum bisa memastikan apakah kelompok ini juga memburu satwa endemik badak Jawa. Menurutnya, pihak kepolisian masih melakukan pendalaman.
"Ini sedang kita dalami sama penyidik, segala sesuatunya memungkinkan," katanya.
Ardi melanjutkan akibat perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Konservasi. Ia mengatakan pelaku bisa terancam pidana paling lama 15 tahun.
"Melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo pasal 40A ayat (1) huruf d UU 32 tahun 2024 tentang Perubahan Atas UU No 5 tahun 1990 tentang KSDAE dengan ancaman pidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun," katanya.