Jaksa menghadirkan terdakwa Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019, Suranto Wibowo, sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan timah. Hakim mencecar Suranto terkait pengawasan reklamasi kegiatan penambangan hingga mengakibatkan kerusakan lingkungan sebesar Rp 271 triliun.
Sidang digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Kamis (26/9/2024). Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini adalah Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin (PT RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sejak 2018, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak 2017.
Mulanya, Suranto mengatakan pemilik izin usaha pertambangan (IUP) termasuk smelter swasta wajib melakukan reklamasi terhadap kerusakan lingkungan usai penambangan.
Hakim lalu mencecar Suranto terkait pengawasan reklamasi tersebut. Hakim menanyakan apakah reklamasi itu sudah dilakukan.
"Jadi kita biasanya dari inspektur tambang itu memberi arahan untuk melakukan perbaikan-perbaikan," jawab Suranto.
"Sudah diperbaiki tidak?" cecar hakim.
"Biasanya...," sahut Suranto.
Hakim mencecar Suranto apakah pernah ke lapangan mengecek langsung reklamasi atau hanya bekerja di meja. Sebab, menurut hakim, kegiatan penambangan dalam kasus ini mengakibatkan kerusakan lingkungan mencapai Rp 271 triliun.
"Yang ke lapangan biasanya inspektur tambang, Pak," jawab Suranto.
"Karena gini, Pak, yang reklamasi ini kan IUP, Rp 271 triliun, Pak, bekas tambang itu tidak diperbaiki. Kalau Bapak bekerja benar diperbaiki, ya tidak ada Rp 271 triliun ini, Pak. Ini kan kerusakan lingkungan akibat dari yang punya IUP kan. Yang reklamasi kan yang punya IUP yang menambang," sentil hakim.
Suranto mengaku hanya melakukan pengawasan terhadap smelter swasta di luar PT Timah. Dia mengatakan pengawasan reklamasi di IUP PT Timah dilakukan oleh Direktorat Jenderal ESDM.
"Jadi, siapa yang memegang IUP?" tanya hakim.
"Itu yang memiliki IUP, apabila telah dikerjakan kegiatan pertambangan di situ berdasarkan RKAB yang diberikan, dia wajib mereklamasi," jawab Suranto.
"Bapak mengawasi juga tidak di PT Timah?" tanya hakim.
"Tidak Pak," jawab Suranto.
"Kewenangan siapa?" tanya hakim.
"Direktorat, Pak, smelter," jawab Suranto.
"Bapak hanya smelter aja?" tanya hakim.
"Swasta di luar PT Timah, Pak," jawab Suranto.
"Kalau PT Timah?" tanya hakim.
"Direktorat Jenderal ESDM Minerba," jawab Suranto.
Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Suranto Wibowo bersama-sama Amir Syahbana, Rusbani alias Bani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, Alwin Albar, Tamron alias Aon, Achmad Albani, Hasan Tjhie, Kwan Yung alias Buyung, Suwito Gunawan alias Awi, m.b. Gunawan, Robert Indarto, Hendry Lie, Fandy lingga, Rosalina, Suparta, Reza Andriansyah dan Harvey Moeis sebagaimana diuraikan tersebut di atas telah mengakibatkan kerugian Keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14," ungkap jaksa saat membacakan dakwaan Harvey di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/8).
Simak Video: Harvey Moeis Samarkan Uang Korupsi Timah Rp 420 M Seolah-olah CSR
(mib/aik)