Saksi Ini Dibayar Rp 580 Juta di Proyek Kemnaker, Kerjanya Cuma Mengingatkan

Saksi Ini Dibayar Rp 580 Juta di Proyek Kemnaker, Kerjanya Cuma Mengingatkan

Mulia Budi - detikNews
Selasa, 06 Agu 2024 18:05 WIB
Sidang korupsi sistem proteksi TKI (Mulia/detikcom)
Sidang korupsi sistem proteksi TKI (Mulia/detikcom)
Jakarta -

Jaksa KPK menghadirkan saksi bernama Dewa Putu Santika dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek sistem proteksi TKI pada Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) tahun 2012. Dewa mengakui dibayar Rp 580 juta dalam setahun saat menjadi supporting pengerjaan proyek tersebut.

Dewa mengatakan dirinya bekerja sebagai supporting untuk Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) selaku pemenang lelang pengadaan proyek sistem proteksi TKI di Kemnaker. Dia mengatakan dirinya bekerja untuk PT AIM atas kesepakatan secara lisan.

"Terkait dengan Saudara mengatakan bekerja, saya sudah katakan di awal Saudara bukan pegawai negeri sipil?" tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Betul," jawab Dewa.

"Saudara bukan pegawai daripada PT AIM?" tanya jaksa.

ADVERTISEMENT

"Betul," jawab Dewa.

"Apa status Saudara?" tanya jaksa.

"PT AIM lisan mengatakan ke saya, saya pegang lisan itu," jawab Dewa.

Dewa mengatakan tak ada kesepakatan secara tertulis atas pengangkatan dirinya sebagai supporting PT AIM. Dia juga mengatakan tak ada surat keputusan (SK) pengangkatan pekerjaannya tersebut.

"Apakah terkait dengan hal ini Saksi diangkat oleh pejabat yang berwenang?" tanya jaksa.

"Tidak," jawab Dewa.

Dewa mengatakan dirinya juga tak punya sertifikat keahlian. Dia bekerja sebagai supporting pengadaan proyek sistem proteksi TKI setelah PT AIM memenangkan lelang proyek tersebut.

"Apakah mempunyai suatu pengalaman atau suatu, apakah memang bidang Saudara dalam pengadaan, ini kan IT ya, teknologi?" tanya jaksa.

"Tidak," jawab Dewa.

"Saudara memiliki suatu kemampuan untuk proses pengadaan? Bagaimana prosesnya?" cecar jaksa.

"Tidak," jawab Dewa.

Dia mengaku tak tahu mengapa ditunjuk sebagai supporting di PT AIM. Dia mengatakan Reyna Usman, salah satu terdakwa dalam kasus ini, yang menyampaikan bahwa dia menjadi supporting untuk PT AIM selaku pemenang lelang proyek sistem proteksi TKI.

Dewa juga mengaku tak terlibat secara langsung dalam proses pengerjaan proyek sistem proteksi TKI. Dia mengaku hanya bertugas melakukan koordinasi di PT AIM. Pekerjaannya hanya mengingatkan orang-orang yang bekerja di proyek itu.

"Pada saat itu, Saudara kan sebagai supporting membantu koordinasi. Koordinasi yang bagaimana bisa dijelaskan?" tanya jaksa.

"Koordinasi ini pada saat lelang berjalan, misalkan lelang mulai, rapat upload legalitas, saya mengkoodinasikan sama teman-teman AIM, 'Ayo upload-nya tanggal sekian jangan lupa, legalitasnya'. Kemudian setelah upload legalitas ada pemeriksaan legalitas, pada saat itu kan manual masih, panggil ke kantor, Kemnaker, pemeriksaan legalitas. 'Bahwa tanggal sekian ada pemeriksaan legalitas, tolong disiapkan atur segala macam'," jawab Dewa.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

"Jadi hanya itu saja ya? Saudara bertugas mengingatkan saja? Tidak terlibat secara langsung?" tanya jaksa.

"Tidak terlibat secara langsung," jawab Dewa.

Dewa mengaku bekerja sekitar satu tahun menjadi supporting di PT AIM. Dia mengaku mendapat upah sebesar Rp 580 juta.

"Tadi Rp 500 juta yang saksi terima?" tanya jaksa.

"Betul," jawab Dewa.

"Selain di luar Rp 500 juta ini, apakah ada pernah menerima lagi?" tanya jaksa.

"Itu ada Rp 80 juta kalau nggak salah ya, operasional saya selama menjalankan proyek kurang lebih setahun gitu-lah," jawab Dewa.

Dewa mengatakan pembayaran Rp 500 juta dilakukan melalui cek dari PT AIM. Sementara pembayaran Rp 80 juta dilakukan secara bertahap melalui transfer dan tunai.

Sebelumnya, mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reyna Usman didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 17,6 miliar terkait kasus dugaan korupsi sistem proteksi TKI di Kemnaker. Jaksa KPK mengatakan pembayaran pekerjaan proyek sistem proteksi TKI itu telah dilakukan 100 persen ke pemenang lelang, yakni Karunia selaku Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM).

"Bahwa meskipun pekerjaan Pengadaan Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI belum selesai, akan tetapi pada tanggal 17 Desember 2012 Terdakwa I Nyoman Darmanta tetap menyetujui dilakukan pembayaran 100% kepada Karunia selaku Direktur PT AIM dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) nomor 00314 dengan nilai sebesar Rp 14.094.181.818,00. Selanjutnya berdasarkan SP2D nomor 623549B/088/110 tanggal 21 Desember 2012, pembayaran diterima oleh Karunia," kata Jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Kamis (13/6).

Jaksa mengatakan Karunia juga telah menerima pembayaran uang muka sebesar 20 persen atau Rp 3.588.263.637 dari nilai kontrak yang telah dipotong pajak pada 7 Desember 2012. Jaksa mengatakan hasil pemeriksaan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) ditemukan barang pekerjaan pada sistem proteksi TKI itu tak sesuai dengan spesifikasi.

Jaksa mengatakan sistem proteksi TKI itu juga tak bisa digunakan. Jaksa mengatakan sistem itu tak dapat dimanfaatkan negara sesuai tujuan pengadaan meski pembayaran pekerjaan telah dilakukan 100 persen.

Tiga terdakwa dalam kasus ini adalah Reyna Usman; pejabat pembuat komitmen pengadaan sistem proteksi TKI tahun 2012, I Nyoman Darmanta; serta Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM), Karunia.

Halaman 2 dari 2
(mib/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads