Jaksa KPK menghadirkan Agus Ramdhani selaku anggota Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa (PPBJ) sistem proteksi TKI pada Direktorat Bina Penempatan Perlindungan PMI Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) tahun 2012 sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi. Agus mengakui menerima honor padahal tak bekerja.
Mulanya, jaksa menanyakan honor yang diterima Agus selaku anggota PPBJ sistem proteksi TKI di Kemnaker. Agus mengatakan honornya senilai Rp 900 ribu per paket.
"Ada menerima honor ya?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya," jawab Agus.
"Berapa per bulannya?" tanya jaksa.
"Seingat saya Rp 900 ribu, Pak," jawab Agus.
"Per bulan?" tanya jaksa.
"Nggak. Per paket, Pak, itu," jawab Agus.
Agus mengatakan pekerjaan evaluasi pada pelelangan kedua pengadaan sistem proteksi TKI dilakukan oleh konsultan. Dia mengaku tak tahu konsep pelaksanaan pekerjaan oleh konsultan itu benar atau tidak, melainkan hanya menjalankan tugas melakukan upload proses pelelangan tersebut.
"Kemudian, terkait dengan keterangan Saudara tadi bahwa ada konsultan, kemudian yang melakukan evaluasi. Berarti di sini bisa dikatakan bahwa tugas dari PPBJ ini kemudian diambil alih atau dilaksanakan oleh konsultan ini tadi untuk yang lelang kedua?" tanya jaksa.
"Ya karena kan sepemahaman saya, ada disediakan konsultan yang memang tugasnya untuk mengevaluasi atau mengawal kegiatan lelang ini," jawab Agus.
"Di perpres juga pun kan kita ketahui bersama bahwa PPBJ itu punya tugas seperti itu dan itu tugas-tugas itu, tugas-tugas yang sangat rahasia itu, artinya tidak bisa dipublikasi sebelum pada waktunya dan yang bisa akses kan orang orang tertentu. Nah, dengan adanya masuknya konsultan di situ, kemudian mengambil alih tugas dari pada PPBJ, apakah itu dibenarkan menurut Saudara?" tanya jaksa.
"Saya tidak memahami konsep bahwa itu tidak dibenarkan, Pak, ya. Saya hanya menjalankan perintah bahwa ini, nggak usah khawatir, kita akan dikerjakan oleh konsultan. Kita hanya upload-upload saja. Itu yang membuat saya berani, Pak, yang buat saya mau gitu," jawab Agus.
Jaksa lalu bertanya apakah pantas Agus menerima honor padahal pekerjaan evaluasi dilakukan oleh konsultan. Agus mengaku tetap menerima honor itu karena diperintah untuk tanda tangan.
"Padahal Saudara tidak bekerja ya, tapi mendapatkan honor. Menurut Saudara gimana? Pantas Saudara mendapat honor?" cecar jaksa.
"Disuruh tanda tangan, ya saya ambil saja Pak honornya," jawab Agus.
"Begitu ya, padahal Saudara tidak bekerja ya, sudah diambil alih sama konsultan," sentil jaksa.
Sebelumnya, mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reyna Usman didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 17,6 miliar terkait kasus dugaan korupsi sistem proteksi TKI di Kemnaker. Jaksa KPK mengatakan pembayaran pekerjaan proyek sistem proteksi TKI itu telah dilakukan 100 persen ke pemenang lelang, yakni Karunia selaku Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM).
"Bahwa meskipun pekerjaan Pengadaan Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI belum selesai, akan tetapi pada tanggal 17 Desember 2012 Terdakwa I Nyoman Darmanta tetap menyetujui dilakukan pembayaran 100% kepada Karunia selaku Direktur PT AIM dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) nomor 00314 dengan nilai sebesar Rp 14.094.181.818,00. Selanjutnya berdasarkan SP2D nomor 623549B/088/110 tanggal 21 Desember 2012, pembayaran diterima oleh Karunia," kata Jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (13/6).
Jaksa mengatakan Karunia juga telah menerima pembayaran uang muka sebesar 20 persen atau Rp 3.588.263.637 dari nilai kontrak yang telah dipotong pajak pada 7 Desember 2012. Jaksa mengatakan hasil pemeriksaan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) ditemukan barang pekerjaan pada sistem proteksi TKI itu tak sesuai dengan spesifikasi.
Jaksa mengatakan sistem proteksi TKI itu juga tak bisa digunakan. Jaksa mengatakan sistem itu tak dapat dimanfaatkan negara sesuai tujuan pengadaan meski pembayaran pekerjaan telah dilakukan 100 persen.
Dugaan korupsi ini telah merugikan keuangan negara senilai Rp 17,6 miliar. Tiga terdakwa dalam kasus ini adalah Reyna Usman; pejabat pembuat komitmen pengadaan sistem proteksi TKI tahun 2012, I Nyoman Darmanta; serta Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM), Karunia.