Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan permohonan uji materil atas UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang waktu pelantikan presiden dan wakil presien. Penggugat meminta MK menambahkan waktu tenggat pelantikan presiden dan wakil presiden.
Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 65/PUU-XXII/2024. Ada lima pemohon dalam gugatan ini mereka adalah Para Pemohon, yakni Audrey G Tangkudung, Rudi Andries, Desy Natalia Kristanty, Marlon S C Kansil, dan Meity Anita Lingkani.
"Adapun pemikiran kami, karena KPU dari masa lalu sejak tahun 2004-2019 selalu melaksanakan pelantikan presiden dan wakil presiden oleh MPR RI, pada 20 Oktober, setiap 20 Oktober dan belum berubah, nah itu Pemilu yang dilaksanakan adalah terjadi dua putaran, nah sekarang satu putaran. Satu putaran sejak ditetapkan pemenangnya, dan ditetapkan sebagai calon terpilih pada Maret, sehingga menunggu sampai bulan Oktober," ujar kuasa hukum pemohon Daniel Edward dalam sidang yang digelar di MK, Rabu (17/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Daniel mengatakan pemohon khawatir bila presiden dan wakil presiden terpilih tidak segera dilantik akan ada permasalahan hukum yang baru.
"Sehingga proses ini dari awal, setelah masuk ke KPU 2 bulan dan menjadi 6 bulan untuk 20 Oktober 2024. Hemat kami, ini terlalu lama. Ada kekhawatiran kami ini akan menimbulkan permasalahan hukum yang baru," imbuhnya.
Daniel pun meminta majelis hakim MK menambahkan kalimat 'paling tidak selambat-lambatnya tiga bulan dilantik' pada UU 17/2017 bab 12 Pasal 416 ayat 1 tentang waktu pelantikan presiden dan wakil presiden.
"Mungkin majelis Yang Mulia dapat mempertimbangkan hal ini, untuk dapat memasukkan tambahan UU Nomor 416 ayat 1, 'paling tidak selambat-lambatnya 3 bulan dilantik untuk menjadi presiden yang terpilih dan tetap oleh MPR'. Dan ini memang hal baru yang kami sampaikan pemikiran ini, karena khawatir kami dengan adanya satu putaran ini, ini terlalu lama proses menunggunya, khawatir ada permasalahan lain," katanya.
Sementara itu, pemohon yang juga hadir dalam sidang menilai pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih saat ini sangat lama. Dia khawatir akan ada kekosongan hukum.
"Jadi kami sebagai praktisi hukum ini menganalisis bahwa waktu pelantikan presiden dan wapres terpilih sangat lama jaraknya, dan ini hanya terjadi di Indonesia, dengan jangka waktu 8 bulan, ini adanya kekosongan hukum. Saat ini kami meminta kepada MK diterbitkannya norma baru soal percepatan waktu pelantikan," katanya.
Dia mengaku punya tiga alasan mengajukan permohonan ini. Alasan ini nantinya akan dituangkan pada pokok permohonan mereka.
"Ada tiga poin alasan kami dalam hal ini, semuanya sudah memenuhi prosedural konstitusi, namun di sisi lain perlu kami mengajak untuk kita semua berpikir soal jangka waktu antara penetapan KPU dengan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih sangatlah jauh," ucapnya.
Simak juga Video: MK soal Pelantikan Presiden Dipercepat: Langgar Konstitusi