Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti laporan penyimpangan perjalan dinas pegawai negeri sipil (PNS) sebesar Rp 39,26 miliar yang diungkap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). MAKI mendorong penegak hukum turun tangan mengusut laporan BPK tersebut.
"Penegak hukum justru harus jemput bola, tidak boleh nunggu aja karena ini sudah temuan BPK. Pengembalian kerugian negara tidak hapus pidana, Pasal 4 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Senin (10/6/2024).
"Meskipun uang keluar hasil manipulatif atau fiktif telah dikembalikan namun penegak hukum tetap bisa proses hukum korupsi," tambahnya.
Boyamin menilai praktik-praktik manipulatif perjalanan dinas PNS itu disebabkan karena bobroknya birokrasi Indonesia. Dia menduga apa yang dilaporkan BPK belum semuanya terungkap.
"Saya menduga ini bagian dari puncak gunung es. Kalau diteliti lebih lanjut akan lebih banyak lagi yang ditemukan fiktif atau manipulatif," ucapnya.
Untuk memberi efek jera, Boyamin berharap ada penegakan hukum atas temuan BPK tersebut. Sebab, kata dia, perjalanan dinas fiktif sedikit besarnya merugikan keuangan negara.
"Untuk penegakan hukum ya memang harus ada treatment, membuat jera, ada 1-2 yang diproses hukum yang paling nakal dan paling banyak ngambil uangnya. Supaya efek jera, supaya tidak terulang lagi ke depannya," ujarnya.
Seperti diketahui, penyimpangan perjalan dinas pegawai negeri sipil sebesar Rp 39,26 miliar diungkap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Nilai ini merupakan akumulasi pada 46 kementerian/lembaga (K/L).
"Penyimpangan belanja perjalanan dinas sebesar Rp 39.260.497.476 pada 46 K/L," bunyi laporan BPK pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Pusat 2023, seperti dikutip Minggu (9/6).
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:
Saksikan juga 'Saat Staf Kementan Ngaku Buat Perjalanan Dinas Palsu Demi Penuhi Permintaan SYL':
(fas/idn)