Peneliti dari Yayasan Auriga Nusantara, Riszki Is Hardiyanto, mendorong penyidikan perburuan badak jawa tidak berhenti pada Sunendi yang sudah divonis 12 tahun penjara. Dia mendorong penyidik mengusut kasus ini hingga menjalar ke dalang atau mastermind perburuan badak di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).
"Jalan masih panjang pada kasus ini, penyidik perlu melihat konstruksi organized crime hingga menyasar juga dalang mastermind dan para penyokong kejahatan luar biasa ini," kata Is kepada detikcom, Kamis (6/6/2024).
Dia mengatakan langkah teknis konservasi dan perlindungan harus terus digaungkan. Is meminta proses konservasi hewan di TNUK dilakukan secara transparan dan melibatkan peran aktif dari publik.
Menurut Is, kasus perburuan badak jawa di TNUK menjadi bukti harus adanya perbaikan dalam tata kelola konservasi. Hukuman bagi pemburu satwa yang dilindungi dan ancaman pada ekosistem harus memberikan efek jera.
"Proses persidangan ini menunjukkan betapa perlunya memperbaiki UU Konservasi agar menyediakan hukuman yang memberi efek jera dan berperspektif pemulihan," ujarnya.
Di sisi yang lain, Yayasan Auriga Nusantara juga mengapresiasi kerja penegak hukum dalam pengusutan kasus perburuan badak jawa di TNUK. "Hingga hakim yang menjatuhkan vonis bahkan 240% (lebih tinggi) dari tuntutan jaksa. Dalam catatan kami ini merupakan vonis terbesar dalam sejarah kejahatan terhadap satwa liar di Indonesia," katanya.
Sebagaimana diketahui, terdakwa Sunendi, pelaku pembunuh badak jawa yang dilindungi di Ujung Kulon, divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan. Ia dijerat tiga pasal sekaligus, yaitu atas kepemilikan senjata api, pembunuhan atas 6 badak dan pencurian 4 kamera trap di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten.
"Menjatuhkan terdakwa oleh karena itu pidana selama 12 tahun penjara dan denda sejumlah Rp 200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama dua bulan," kaya ketua majelis Joni Mauluddin Saputra di Pengadilan Negeri Pandeglang, Rabu (5/6/).
(bri/ygs)