Kerjasama investasi harus siap untung dan rugi. Tapi bagaimana bila ternyata si mitra bisnis malah berbohong? Apakah murni perdata atau bisa dikenakan delik pidana?
Demikian pertanyaan pembaca detik's Advocate, yaitu:
Mohon infonya pak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya bermitra bisnis dengan partner. Awalnya semua baik-baik saja, saya dapat bagi hasil sesuai kesepakatan bersama.
Tetapi sejak Desember 2023 uang modal saya sudah masuk dan dijanjikan cair dengan modal dan keuntungan maximal 3 bulan. Maret sudah kami tagih sampai Mei 2024 ini belum ada kejelasan. Alasan macam-macam.
Saya akhirnya investigasi bersama suami mendatangi tempat dana tersebut diinvestasikan. Ternyata selama Desember hingga saat ini CV tersebut tidak mendapat pekerjaan di sana. Dan direktur CV sudah membohongi kami.
Apakah bisa dipidanakan dan digugat untuk mengembalikan modal dan kerugian kami?
Terima kasih sebelumnya
NL
JAWABAN
Terima kasih atas pertanyaannya. Kasus kerjasama bisnis bisa didekati dalam dua kacamata hukum, yaitu hukum perdata murni atau dengan hukum pidana.
Kapan Kerugian Kerjasama Bisnis Murni Masalah Perdata?
Meski suarat sahnya perjanjian tidak mengharuskan ada perjanjian tertulis, tapi kami menganjurkan agar perjanjian bisnis kami sarankan dituangkan dalam perjanjian tertulis untuk memudahkan pembuktian di kemudian hari apabila ada sengketa. Bisa dibuat di bawah tangan atau otentik. Agar lebih kuat perjanjian itu, sebaiknya dibuat secara otentik di depan notaris.
Apabila dalam suatu perjanjian tidak sesuai dengan kesepakatan maka disebut sebagai cidera janji (wanprestasi). Mengutip dari Yahya Harahap:
"Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian. Perjanjian yang dibuat tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya".
Bentuk-bentuk daripada wanprestasi pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
2. Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu;
3. Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
4. Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi tersebut bisa menuntut pemenuhan perjanjian seperti pembatalan perjanjian atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi.
Akan tetapi, perbuatan dikualifikasikan sebagai Wanprestasi patut untuk dilakukan upaya-upaya iktikad baik oleh Saudara. Upaya iktikad baik tersebut adalah dengan memberikan peringatan. Memberikan peringatan kepada rekan bisnis Saudara, dengan cara melayangkan surat peringatan atau surat perintah (atau biasa disebut "Somasi") untuk menjalankan kewajibannya yang ditentukan dalam perjanjian yang telah disepakati sesuai dengan ketentuan Pasal 1238 KUHPer, yang menyatakan:
"Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan."
Mahkamah Agung (MA) dalam berbagai putusannya berpendapat bahwa apabila seseorang tidak memenuhi kewajiban dalam sebuah perjanjian, di mana perjanjian tersebut dibuat secara sah dan tidak didasari itikad buruk, maka perbuatan tersebut bukanlah sebuah penipuan, namun masalah keperdataan.
Suatu perkara yang diawali dengan adanya hubungan keperdataan, seperti perjanjian, dan perbuatan yang menyebabkan perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan terjadi setelah perjanjian tersebut dibuat, maka perkara tersebut adalah perkara perdata dan bukan perkara pidana. Namun demikian tidak semua perbuatan tidak melaksanakan kewajiban perjanjian tidak dapat dipandang sebagai penipuan.
Kapan Kerugian Kerjasama Bisnis Jadi Masalah Pidana?
Merujuk berbagai putusan Mahkamah Agung (MA), untuk dapat menilai apakah suatu wanprestasi termasuk sebagai penipuan atau masalah keperdataan harus dilihat apakah perjanjian tersebut didasari atas itikad buruk/tidak baik atau tidak. Bila terbukti ada itikat tidak baik, maka bisa dikenai delik pidana.
Yaitu Pasal 372 dan/atau Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan:
Pasal 372 KUHP :
"Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,00"
Pasal 378 KUHP :
"Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapus piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun"
Dalam kasus Anda, harus diperdalam lagi, apakah CV mitra anda tidak mengerjakan karena ada masalah bisnis atau memang CV fiktif. Bila ternyata CV fiktif, maka berpotensi sebagai tindak pidana penipuan/penggelapan.
Langkah Hukum
Untuk kasus perdata, Anda bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat. Gugatan ini untuk mengejar pengembalian kerugian Anda.
Sedangkan bila diyakini ada unsur perusahaan fiktif, maka anda bisa melaporkan mitra bisnis anda ke kantor polisi terdekat. Tujuan pelaporan pidana adalah agar memberi efek jera kepada pelaku.
Demikian jawaban dari kami
Terima kasih
Tim Pengasuh detik's Advocate
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen, dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
![]() |
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke email: andi.saputra@detik.com
Pertanyaan ditulis dengan runtut dan lengkap agar memudahkan kami menjawab masalah yang Anda hadapi. Bila perlu sertakan bukti pendukung.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.