Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang tersebar di di berbagai wilayah. Sayangnya, hingga saat ini masih banyak spesies satwa dan tumbuhan yang masih belum diketahui status konservasinya.
Hal ini disampaikan Cho-chair IUCN SSC IdSSg Sunarto dalam sesi Talkshow 'Gap Analysis National Red List Assessment' pada acara Pekan Keanekaragaman Hayati yang digelar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Indonesia sangat kaya dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Kekayaan kita luar biasa, bukan hanya spesies, tapi juga ekosistem, genetik. Jadi dengan kondisi seperti ini, ternyata banyak sekali spesies yang kita tidak ketahui statusnya," ungkap Sunarto, Kamis (16/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan, jumlah jenisnya pun selalu berubah-ubah karena memang sangat dinamis sekali, entah itu taksonominya, statusnya dan lain-lain. Inilah salah satu alasan IdSSG dibentuk karena selama ini spesies kita yang mengetahui orang luar," lanjutnya.
Sunarto menilai status konservasi menjadi hal penting yang perlu diketahui untuk menjaga kelestarian satwa dan tumbuhan. Terutama untuk spesies yang berstatus kritis sehingga perlu penanganan.
"Menurut saya, status critically in danger masih lebih bagus daripada tidak diketahui datanya karena kita tidak tahu kondisinya seperti apa, bisa saja besok punah. (Sedangkan) kalau status kritis, kita sudah paham dan kita bisa hentikan dengan kiat-kiat yang perlu dilakukan," lanjutnya.
Dalam menentukan status konservasi, perlu dilakukan Kajian Daftar Merah (Red List Assessment) berdasarkan kategori dan kriteria IUCN. Melalui kajian ini, nantinya dapat menentukan status konservasi, menetapkan Daftar Merah IUCN, hingga meningkatkan keberlangsungan ekosistem.
"Selama ini orang mungkin tahunya IUCN fokus ke kajian, sekarang ada perubahan tidak hanya berhenti di kajian tapi mendorong adanya perencanaan, mendukung aksi di lapangan sehingga memperbaiki kajian. Tentu kita juga berkolaborasi dengan berbagai pihak," jelasnya.
"Harapannya, melalui kajian ini, nantinya ada perbaikan kondisi spesies kita, dari yang sebelumnya terancam punah akan menjadi lebih lestari. Selain itu, spesies yang sebelumnya tidak diketahui datanya menjadi diketahui sehingga mendorong keberlangsungan ekosistem itu," lanjutnya
Kesenjangan Kajian Daftar Merah Nasional
Dalam paparannya, Sunarto mengungkapkan hingga kini masih adanya kesenjangan atau gap dalam Kajian Daftar Merah Nasional. Pertama, terkait infrastruktur atau kelembagaan dalam proses kajian. Menurutnya, diperlukan Nasional Komite dan tim pelaksana dalam melakukan Kajian Daftar Merah.
"Kemudian juga infrastruktur pendukung, ini bukan pekerjaan main-main. Ini perlu database, backend yang luar biasa, perlu tim komunikasi, tim fundraising, dan lain-lain. Ini yang harus dihidupkan," paparnya.
Selanjutnya, terkait spesies dan data-datanya. Menurutnya, hal ini masih banyak memiliki gap. Saat ini, pihaknya telah mengumpulkan data-data, namun selama ini masih terpencar dan tidak bisa diakses.
"Harapannya ini semuanya bisa diintegrasikan menjadi sesuatu yg bisa kita gunakan bersama," ucapnya.
Terakhir terkait sumber daya manusia. Sunarto mengungkapkan berbagai pihak perlu melakukan identifikasi diri agar dapat bergabung dan mendorong kegiatan ini. Terutama di tempat-tempat yang relatif jauh.
"Salah satu prioritas dari IdSSg adalah mengidentifikasi anggota dan tempat-tempat yg mungkin underrepresented, seperti daerah timur yang masih sedikit anggotanya," tutupnya.