Hakim Cecar Eks Anggota BPK soal Tujuan Sandi 'Garuda' di Transaksi Rp 40 M

Hakim Cecar Eks Anggota BPK soal Tujuan Sandi 'Garuda' di Transaksi Rp 40 M

Mulia Budi - detikNews
Selasa, 14 Mei 2024 13:21 WIB
Sidang  korupsi kasus proyek BTS 4G Bakti Kominfo (Mulia-detikcom)
Sidang korupsi kasus proyek BTS 4G Bakti Kominfo (Mulia/detikcom)
Jakarta -

Hakim mencecar mantan anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, soal sandi 'Garuda' dalam transaksi uang senilai USD 2,640 juta atau sebesar Rp 40 miliar terkait kasus proyek BTS 4G Bakti Kominfo. Achsanul mengakui jika dirinya yang memberikan sandi tersebut.

Hal itu disampaikan Achsanul Qosasi saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan penerimaan suap Rp 40 miliar terkait kasus proyek BTS 4G di PN Tipikor Jakarta, Selasa (14/5/2024). Mulanya, Achsanul menceritakan keluhan eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif yang mengaku susah untuk menghubunginya hingga pemberian nomor terdakwa Sadikin Rusli.

"Akhirnya gimana, Pak, pendek cerita, jangan muter-muter di situ aja?" tanya ketua majelis hakim Fahzal Hendri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemudian saya memanggil staf saya, pemeriksa, ada Pak Onggo, Pak Jati, yang meriksa saya panggil. Saya sampaikan kepada mereka terhadap list itu tindak lanjut yang dibilang menurut Pak Anang sudah 3.700, ini, Pak, dicek, dikonfirmasi di lapangan. Habis itu mereka pergi. Anang kemudian, 'Pak AQ, saya susah hubungi Pak AQ, WA nggak pernah dibales. Saya minta dong temen Pak AQ yang bukan staf tapi yang di luarlah temen Pak AQ yang kira-kira bisa saya hubungi'. Dengan polos saya memberikan nomor aslinya Pak Sadikin, namanya pun nama Pak Sadikin," jawab Achsanul.

Hakim lalu menanyakan adanya kode sandi 'garuda' sesuai dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Achsanul membenarkan adanya kode tersebut namun ia mengaku tak pernah mengatakan terkait permintaan Rp 40 miliar ke Anang.

ADVERTISEMENT

"Ada kode?" tanya hakim.

"Nah, Yang Mulia...," sahut Achsanul.

"Ha-ha... ada pakai kode nggak," tanya hakim.

"Itu bukan tujuan untuk menyembunyikan sesuatu, Yang Mulia, hanya untuk mempermudah beliau, tidak ada maksud. Karena waktu itu kan tidak, saya tidak ada. Yang Mulia, tidak ada keluar Rp 40 miliar dari saya," jawab Achsanul.

"Memang ada kode garuda itu?" tanya hakim.

"Iya," jawab Achsanul.

"Siapa yang mencetuskan adanya kode garuda?" tanya hakim.

"Saya," jawab Achsanul.

Hakim lalu menanyakan tujuan pemberian sandi 'garuda' tersebut. Achsanul mengatakan sandi itu untuk mempermudah pertemuan tapi tak untuk menyembunyikan urusan terkait uang.

"Oh, Saudara, untuk apa?" tanya hakim.

"Agar mudah, karena ini mempermudah pertemuan tapi bukan untuk menyembunyikan sesuatu, Yang Mulia, karena saya tidak berpikir ada, ini bukan urusan duit, Yang Mulia," jawab Achsanul.

"Okelah, apakah dengan ada menyembunyikan sesuatu atau tidak itu penilaian hakim. Oke, Pak, tapi yang jelas kode itu ada?" tanya hakim.

"Ada, Yang Mulia," jawab Achsanul.

"Kode itu ada, dikasih nomor ini, dikasih sama Anang, nih. 'Kalau perlu anu, hubungi' gitu kan?" tanya hakim.

"Iya," jawab Achsanul.

Hakim menanyakan terkait angka permintaan uang. Achsanul mengatakan tak ada pembahasan terkait angka saat pemberian sandi 'garuda' tersebut.

"Udah ada angka waktu itu?" Tanya hakim.

"Tidak ada, Yang Mulia," jawab Achsanul.

"Ndak pakai angka?" tanya hakim.

"Tidak," jawab Achsanul.

"Tolong hubungi aja ini?" tanya hakim.

"Iya," jawab Achsanul.

Simak halaman selanjutnya

Saksikan Live DetikSore:

Simak juga Video: Achsanul Qosasi Tak Ajukan Eksepsi di Kasus Korupsi BTS 4G Kominfo

[Gambas:Video 20detik]




Sandi 'Garuda'

Sebelumnya, di salah satu kafe di hotel berbintang lima di pusat Kota Jakarta, koper berisi tak kurang dari Rp 40 miliar berpindah tangan dengan 'syarat' satu kata terucap: garuda. Adegan bak film-film spionase itu diungkap jaksa ketika membacakan surat dakwaan untuk mantan anggota BPK Achsanul Qosasi.

Semua bermula saat ketika Achsanul memeriksa laporan terkait program proyek BTS 4G Bakti Kominfo kemudian diberikan sejumlah catatan di temuan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) 2021. Setelah Qosasi mengeluarkan hasil pemeriksaan atas laporan Bakti Kominfo, dia pun memanggil mantan Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif.

Qosasi mengatakan akan ada PDTT lanjutan terhadap proyek BTS. Namun dia meminta Anang menyiapkan Rp 40 miliar.

"Terdakwa Achsanul Qosasi memanggil Anang Achmad Latif sekitar pertengahan bulan Juni 2022 sekitar sore hari, di ruangannya di kantor BPK Slipi, kemudian terdakwa Achsanul Qosasi mengatakan kepada Anang Achmad Latif 'sudah baca draf laporan hasil pemeriksaan yang disiapkan oleh tim?', kemudian Anang Achmad Latif menjawab 'sudah, Pak, sangat memberatkan. Saya sudah membaca Draf LHP terhadap Laporan Keuangan Tahun 2021, dan LHP PDTT 2021 dan keduanya memberatkan (dalam hal banyak temuannya)', dan terdakwa menyampaikan 'akan ada PDTT lanjutan terhadap BTS'," ujar jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/3/2024).

"Mendengar itu, Anang Achmad Latif hanya terdiam, kemudian Terdakwa mengatakan 'tolong siapkan Rp 40 miliar', sambil menyodorkan kertas yang bertulisan nama penerima dan nomor telepon. Terdakwa mengatakan 'ini nama dan nomor telepon penerimanya dan kodenya 'garuda''," imbuh jaksa.

Setelah mendapat perintah dari Achsanul Qosasi, Anang pun menghubungi mantan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan. Anang meminta Irwan dan Windi menyiapkan Rp 40 miliar.

Singkat cerita, penyerahan uang pun terjadi pada 19 Juli 2022. Uang diserahkan Windi kepada orang kepercayaan Achsanul Qosasi bernama Sadikin Rusli di Hotel Grand Hyatt, Jakarta. Penyerahan uang juga dilakukan dengan hati-hati, keduanya bertemu setelah saling mengucap kode rahasia, yakni 'garuda'.

"Sadikin Rusli mendapat telepon dari Windi Purnama mengatakan 'Bapak di mana?', Sadikin Rusli menjawab 'ketemu di lantai 5 Grand Hyatt', sekitar 20 menit kemudian setelah Sadikin Rusli sampai Hotel Grand Hyatt Jakarta, Sadikin Rusli turun ke lantai 5 di Cafe yang ada kolam renangnya, Sadikin Rusli duduk memesan minuman kemudian tidak lama di sapa seseorang, setelah dekat, Windi Purnama mengatakan 'garuda', Sadikin Rusli menjawab 'garuda'," ungkap jaksa.

Setelah saling memperkenalkan diri, Windi mengajak Sadikin turun ke basement P1. Di situ, Windi memberikan koper berisi uang Rp 40 miliar ke Sadikin. Setelah uang di rangan, Sadikin langsung menghubungi Achsanul Qosasi.

Jaksa mengatakan Sadikin Rusli melihat koper tersebut berisi uang dengan pecahan USD 100 dengan catatan yang menyatakan 'Rp 40 miliar'. Selanjutnya, Qosasi sampai di hotel tersebut dan membawa pergi koper isi uang tersebut.

"Bahwa alasan Anang Achmad Latif memberikan uang tersebut karena ketakutan apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi maka BPK akan memberikan penilaian/temuan yang merugikan proyek BTS 4G seperti kemahalan harga, kelebihan spesifikasi (over-spec), inefisiensi. komunikasi dan informatika tahun 2021," ucap jaksa.

Jaksa menyebutkan, setelah uang itu diterima Qosasi, dia pun langsung membuat PDTT lanjutan seperti yang dikatakannya kepada Anang.

"Bahwa setelah Terdakwa Achsanul Qosasi menerima uang sebesar Rp 40 miliar melalui Sadikin Rusli, untuk menindaklanjuti yang disampaikan oleh Terdakwa Achsanul Qosasi kepada Anang Achmad Latif pada tanggal 6 Juli 2022 tersebut terkait akan ada PDTT lanjutan, maka Aqsanul Qosasi menyetujui P2 dan Konsep Surat Tugas yang telah dibuat oleh Tim yang diajukan secara berjenjang, selanjutnya Terdakwa Achsanul Qosasi menandatangani Surat Tugas Nomor 139/ST/V-XVI.3/09/2022 tentang Pemeriksaan Kepatuhan atas Persiapan, Penyediaan, dan Pengoperasian Base Transceiver Station (BTS) 4G Tahun Anggaran 2022 pada Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika selama 45 hari sejak tanggal 5 September 2022," kata jaksa.

Atas hal tersebut, Achsanul Qosasi melanggar Pasal 12 huruf e atau kedua Pasal 5 ayat 2 atau ketiga Pasal 11, atau keempat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Halaman 2 dari 2
(mib/dwia)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads