Suatu hari, juru kamera TVRI Fitriadi Agil Samal bersama beberapa juru kamera dan juru foto lainnya dipersilakan merekam aktivitas Presiden Soeharto di Bina Graha. Di meja kerjanya, Pak Harto terlihat sedang memperhatikan beberapa CCTV hitam putih sambil mengulum cerutu yang belum dibakar.
"Selamat pagi, Pak," sapa mereka. Sambil beranjak dari kursinya, Soeharto membalas ramah. Dia juga menanyakan kondisi Jakarta yang lama diguyur hujan. "Betul, Pak. Macet sekali," ujar seorang juru kamera seperti diceritakan Agil.
"Ah, masak. Saya kok tidak pernah kena macet ya?" ujar Pak Harto berkelakar. Mereka pun tertawa.
Agil, yang meliput di Istana pada 1995-2014, mengungkapkan hal itu dalam acara bedah buku '79 Kisah di Balik Liputan Istana Era Soeharto sampai Jokowi', Kamis (7/3/2024). Penggalan kisah tersebut untuk menggambarkan sisi lain Soeharto. Masyarakat kadung menganggap sosoknya angker, penuh karisma. Padahal, di momen tertentu, dia juga punya sense of humor.
Dalam kesempatan lain, Agil melanjutkan kisahnya, dia bersama juru foto kepresidenan Saidi diminta mengabadikan percakapan telepon antara Pak Harto dan Presiden Korea Selatan Kim Young Sam. Lokasinya bukan di Bina Graha, tapi di kediaman pribadi Soeharto di Jalan Cendana.
Sial, ketika percakapan akan dimulai dan lampu untuk kamera dinyalakan, terjadi korsleting. Kacanya meledak dan beberapa serpihannya mengenai Pak Harto. Sekretaris Negara Moerdiono, yang mendampingi Pak Harto, terlihat terkejut dan marah. Namun Pak Harto hanya memberikan reaksi kecil dengan menarik kakinya saja dari serpihan kaca.
"Siang itu merupakan hari yang tak pernah terlupakan. Saya merasa separuh roh melayang, karier di TVRI pasti berakhir," tutur Agil.
Nyatanya tidak. Moerdiono memang sempat mendampratnya, tapi Pak Harto tetap santai. Agil pun terus berkarier hingga bertahun-tahun kemudian. Di era media sosial sekarang ini, Agil menjadi content creator di R66 Media.
Penerbitan buku '79 Kisah di Balik Liputan Istana' digagas oleh Maria Karsia, yang lebih dari 20 tahun menjadi jurnalis untuk media Jepang. Bertindak sebagai penyunting Tingka Adiati (Indosiar) dan Elvy Yusanti (Pos Kota / Satunet, dan Smart FM). Tercatat ada 49 wartawan dari era Soeharto hingga Jokowi yang menyumbangkan tulisan.
"Mengumpulkan 79 cerita dari para wartawan ternyata tidak mudah. Sampai last minute deadline, masih ada yang baru setor," tutur Tingka.
Tantangan yang dihadapi dalam menggarap buku ini, Tingka melanjutkan, adalah mengingat kembali berbagai peristiwa penting yang terjadi di Istana Kepresidenan. Bukan hanya peristiwanya, melainkan
kisah-kisah menarik di balik peristiwa terkait: menegangkan, serius, mengharukan, lucu, menyentak, dan lain-lain. "Hal-hal itulah yang ingin dituangkan ke dalam buku ini. Untuk itu, para penulis dan Tim Editor beberapa kali melakukan pertemuan dan diskusi," ujarnya.
Umumnya wartawan, Elvy menambahkan, terbiasa cepat menulis dan melaporkan berita tapi tak biasa membuat catatan harian. "Banyak yang lupa detail dan konteks peristiwa yang akan diceritakan," ujarnya.
Dalam buku ini, Elvy antara lain menulis kisah persahabatannya dengan Sersan Mayor (Marinir) Pranto Jaya, pengemudi mobil kepresidenan. Jaya berkisah tentang kebiasaan para presiden selama di dalam mobil kepresidenan. Sebut saja Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang suka minta diputarkan musi klasik, Megawati lebih suka lagu-lagu India, atau Hamzah Haz lebih banyak membaca Al-Qur'an.
Bagaimana dengan BJ Habibie?
"Beliau itu biasa membuka laptop. Ke Istana jam 10 pagi, pulang biasanya selepas tengah malam," ujar Jaya.
Bagi Elvy, Jaya adalah sumber info seputar pergerakan Gus Dur yang sangat mobile. Tak Cuma menerima tamu di Istana, terkadang juga di tempat-tempat tertentu.
"Yang tahu dengan akurat tentu Pak Jaya sebagai sopir," ujarnya.
Longgarnya protokoler di era Gus Dur, kata Elvy, tak segaris dengan mudahnya akses untuk mendapatkan informasi.
"Tapi memang wartawan Istana paling independen ya di era Gus Dur karena kami tak dilarang-larang menulis apa pun," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan juga 'Saat Prabowo Bicara Dinasti Terkait Gibran, Singgung Mantu Soeharto':
(jat/jat)