Separuh Jiwa Melayang Ketika Pecahan Lampu Kenai Presiden Soeharto

Separuh Jiwa Melayang Ketika Pecahan Lampu Kenai Presiden Soeharto

Sudrajat - detikNews
Jumat, 08 Mar 2024 10:33 WIB
Bedah buku 79 Kisah di Balik Liputan Istana
Debra H Yatim, Elly Roosita, Maria Hartiningsih, J Osdar, Tingka Adiati, dan Elvy Yusanti saat bedah buku '79 Kisah di Balik Liputan Istana. (Foto: Asmanu Sudarso via WAG Exist)

Acara yang digagas Pusat Kajian Hang Lekir itu menampilkan wartawati senior Maria Hartiningsih (Kompas) sebagai pembahas dan Debra H Yatim (Tempo/The Jakarta Post) sebagai moderator. Turut hadir Direktur Utama Kompas TV Rikard Bagun, legenda wartawan istana J Osdar, ekonom Felia Salim, politikus Partai Golkar Mukhamad Misbakhun, dan Pranto Jaya.

Menurut Maria, secara umum kisah-kisah yang ditampilkan dalam buku ini menarik. Menampilkan sisi lain dan humanis, lucu, dan sedikit konyol tentang Istana. Sayangnya, hampir semua cerita bernada positif.

"Tak ada cerita yang kritis terhadap kepala negara," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wartawan Kompas J. Osdar, yang meliput di istana sejak era Presiden Soeharto (pertengahan 1980-an) hingga Presiden Jokowi (2016)Wartawan Kompas J Osdar, yang meliput di Istana sejak era Presiden Soeharto (pertengahan 1980-an) hingga Presiden Jokowi (2016) (Foto: Asmanu Sudarso via WAG Exist)



Sementara pada era Presiden KH Abdurrahman Wahid terjadi semacam desakralisasi terhadap Istana, lanjut Maria, di era Presiden Joko Widodo justru cenderung menjadikan Istana lebih 'rusak'. Penerima Penghargaan Yap Thiam Hien untuk HAM kategori pendidik (2003) itu menyebut dilantunkannya lagu 'Rungkad' dalam perayaan 17 Agustus 2023.

"Kok ya lagu seperti itu bisa masuk, sambil joget-joget. Siapa yang memilihkan, memutuskan? Ini Istana loh, bukan saya bermaksud merendahkan karya seni," ujar penulis buku 'Jalan Pulang' dan 'Kartini Blue Bird: The Spirit of Emak-emak' itu.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, menurut Osdar, yang meliput di Istana sejak periode 1980 hingga 2016, dibukukannya cerita para wartawan ini dalam rangka memperingati 79 tahun Kemerdekaan Indonesia.

"Bagi saya, buku ini cukup penting karena, biarpun (tulisan) kecil-kecil, ini kan catatan sejarah. Nggak tahu bagus apa nggak, bagi saya nomor dua. Ini ahli-ahli sejarah nanti bisa pakai untuk jadi refleksi tentang Istana," ungkapnya.

Catatan Ringan Pewarta Istana karya Casmo TatilitofaCatatan Ringan Pewarta Istana karya Casmo Tatilitofa (Sudrajat/detikcom)

Buku ini melengkapi karya sejenis. Pada 2003, Casmo Tatilitofa (wartawan Berita Yudha, Bali Post, dan Persda) pernah menulis buku 'Catatan Ringan Pewarta Istana: Dari Pistol Gombyok sampai Demo Dresden Reloded'. Buku setebal 357 halaman itu berisi cerita pengalaman Pak Casmo meliput di lingkungan Istana sejak 1979.

Sepuluh tahun kemudian, terbit buku bertajuk '34 Wartawan Istana Bicara Tentang Pak Harto'. Penulisnya adalah para wartawan yang pernah meliput di Istana sejak awal Orde Baru hingga Presiden Soeharto lengser pada 21 Mei 1998 pernah menulis buku. Sesuai judulnya, buku tersebut antara lain mengungkap hal-hal yang belum pernah diketahui sebelumnya oleh masyarakat tentang sosok Soeharto.


(jat/jat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads