Sudah DP Rumah Rp 50 Juta Tapi Proyek Mangkrak, Bagaimana Solusinya?

detik's Advocate

Sudah DP Rumah Rp 50 Juta Tapi Proyek Mangkrak, Bagaimana Solusinya?

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 29 Feb 2024 10:44 WIB
Pengacara Yudhi Ongkowijoyo
Advokat Yudhi Ongkowijoyo (dok.pri)
Jakarta -

Memiliki rumah bisa jadi menjadi mimpi setiap orang. Tapi bagaimana bila sudah down payment (DP) tapi proyek malah mangkrak? Apa solusi hukumnya?

Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate, yaitu:

Selamat pagi pak

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saya September 2022 akad KPR rumah dgn depelover dengan membayar DP Rp 50 juta. Lokasi rumah ada di belakang Polsek Cipayung. Sebelum pembayaran DP, yang membuat kami yakin untuk membayar DP, bangunan yang dibuat di lokasi sudah dibuat 2 bangunan tapi belum jadi. (1 bangunan baru pondasi, 1 sudah jadi setengah rumah).

Tanya ke RT setempat katanya tanah lagi di urus perizinan. Tapi sampai dengan sekarang rumah yang dimaksud belum kunjung ada progresnya. Berulang kali di pertanyakan kepada depelover yang bersangkutan mereka beralasan kalau tukangnya lagi istirahat, lagi musim hujan dan lain-lain.

ADVERTISEMENT

Setelah dicari informasi, ternyata tanahnya masih bermasalah. Di SPR-nay tidak tertulis kapan rumah akan dibuat. Kami terus mendesak developer tersebut, sampai sekaramg tidak ada respon dari pihak mereka.

Bagaimana agar mereka mengembalikan uang DP saya?

Kami sudah laporan kepolisian tapi tidak ada tanggapan pak.

Tolong masukkannya pak

Baca juga: KPR Saya Lancar Tapi AJB Tak Kunjung Datang, Apa Solusi Hukumnya?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta jawaban dari advokat Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H. Berikut jawabannya:

Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara sampaikan. Kami akan membantu untuk menjawabnya.

PERDATA

Kami mengasumsikan adanya suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai dasar perikatan antara Saudara dan pihak developer, sehingga permasalahan yang sedang dihadapi saat ini sepenuhnya harus mengacu kepada isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang sudah disepakati.

Aturan hukum tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas suatu rumah terdapat di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaran Perumahan Dan Kawasan Permukiman (PP 14/2016) Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaran Perumahan Dan Kawasan Permukiman (PP 12/2021). Di dalam Pasal 1 Angka (11) PP 12/2021 dinyatakan bahwa, Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang, untuk melakukan jual beli Rumah atau satuan Rumah susun, yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk Rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk Rumah tunggal dan Rumah deret, yang dibuat di hadapan Notaris.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 22 Huruf (I) PP 12/2021, PPJB dilakukan setelah developer memenuhi persyaratan kepastian atas :
a. Status kepemilikan tanah;
b. Hal yang diperjanjikan;
c. Persetujuan Bangunan Gedung (PBG);
d. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
e. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen).
Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 22 Huruf (J) PP 12/2021, PPJB paling sedikit harus memuat :
a. Identitas para pihak;
b. Uraian obyek PPJB;
c. Harga Rumah dan tata cara pembayaran;
d. Jaminan pelaku pembangunan;
e. Hak dan kewajiban para pihak;
f. Waktu serah terima bangunan;
g. Pemeliharaan bangunan;
h. Penggunaan bangunan;
i. Pengalihan hak;
j. Pembatalan dan berakhirnya PPJB;
k. Penyelesaian sengketa.

Oleh karena PPJB bentuknya adalah perjanjian, maka secara umum tunduk kepada ketentuan yang diatur di dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan bahwa, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Selain itu, juga bersandar kepada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yakni, sepakat, cakap, adanya suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.

Terhadap isi dari PPJB yang sudah ditandatangani wajib dilaksanakan oleh para pihak dengan sebaik-baiknya, sehingga dengan demikian terikat kepada ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) dan Ayat (3) KUHPerdata, yaitu bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya; Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Berdasarkan aturan-aturan hukum tersebut di atas, maka tindakan developer yang tidak memenuhi janjinya, dapat dituntut secara perdata melalui gugatan ke Pengadilan Negeri. Pelanggaran dalam memenuhi janji atau prestasi menyebabkan Wanprestasi. Wanprestasi adalah kelalaian / ketidakmampuan debitur dalam memenuhi prestasi. Adapun prestasi dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata yang menyatakan :

"Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu".

Lebih lanjut, Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya Hukum Perjanjian, menjelaskan tentang Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam yaitu :
β€’ Tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukannya;
β€’ Melakukan apa yang dijanjikannya, namun tidak sebagaimana yang dijanjikan;
β€’ Melakukan apa yang dijanjikannya, namun terlambat;
β€’ Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Simak juga Video: Rumah DP Rp 0 Jadi Kosan, Riza Patria: Sampaikan ke Pemerintah Sekarang

[Gambas:Video 20detik]




PIDANA

Selain itu, perbuatan developer tersebut juga dapat dituntut atas dasar peraturan perundang-undangan di bidang konsumen. Hal ini diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).
Pasal 4 UU 8/1999 menyatakan bahwa :

"Hak konsumen adalah :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya."

Dari ketentuan di atas, maka tindakan developer selaku penjual yang tidak memberikan barang sesuai seperti yang dijanjikannya kepada Saudara selaku pembeli, merupakan perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak konsumen. Konsekuensi bagi penjual atas pelanggaran tersebut, terdapat di dalam ketentuan Pasal 7 Huruf (g) UU 8/1999 yang secara garis besar menyatakan bahwa penjual berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Apabila pembeli merasa keberatan dengan barang yang dibelinya karena tidak sesuai perjanjian, dan penjual menolak untuk memberikan ganti rugi, maka timbul sengketa konsumen. Terhadap permasalahan sengketa konsumen, penyelesaiannya dapat ditempuh melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen/BPSK) atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum (Pasal 45 Angka (1) UU 8/1999).

Berdasarkan ketentuan Pasal 45 Angka (4) UU 8/1999, apabila upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar Pengadilan melalui lembaga BPSK dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa, maka upaya gugatan melalui Pengadilan baru dapat ditempuh.

Gugatan bisa diajukan oleh konsumen atau ahli warisnya, atau sekelompok konsumen yang memiliki kepentingan yang sama, atau lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, atau pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit (Pasal 46 Angka (1) UU 8/1999).

Jika Saudara dalam memilih developer tersebut karena tertarik atas surat penawaran atau brosur melalui iklan promosi yang diberikan, namun hasil yang didapat tidak sesuai seperti yang dijanjikan, maka ketentuan Pasal 8 Angka (1) Huruf (f) UU 8/1999 dapat diberlakukan, yaitu bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.

Sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 8 UU 8/1999 terdapat di dalam Pasal 62 Angka (1) UU 8/1999, yang pada pokoknya menyatakan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar Rupiah).

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat bermanfaat. Salam.

Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H.
Partner pada Law Office ELMA & Partners
www.lawofficeelma.com

Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

detik's advocate

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Kami harap pembaca mengajukan pertanyaan dengan detail, runutan kronologi apa yang dialami. Semakin baik bila dilampirkan sejumlah alat bukti untuk mendukung permasalahan Anda.

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads