PIDANA
Selain itu, perbuatan developer tersebut juga dapat dituntut atas dasar peraturan perundang-undangan di bidang konsumen. Hal ini diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).
Pasal 4 UU 8/1999 menyatakan bahwa :
"Hak konsumen adalah :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari ketentuan di atas, maka tindakan developer selaku penjual yang tidak memberikan barang sesuai seperti yang dijanjikannya kepada Saudara selaku pembeli, merupakan perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak konsumen. Konsekuensi bagi penjual atas pelanggaran tersebut, terdapat di dalam ketentuan Pasal 7 Huruf (g) UU 8/1999 yang secara garis besar menyatakan bahwa penjual berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Apabila pembeli merasa keberatan dengan barang yang dibelinya karena tidak sesuai perjanjian, dan penjual menolak untuk memberikan ganti rugi, maka timbul sengketa konsumen. Terhadap permasalahan sengketa konsumen, penyelesaiannya dapat ditempuh melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen/BPSK) atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum (Pasal 45 Angka (1) UU 8/1999).
Berdasarkan ketentuan Pasal 45 Angka (4) UU 8/1999, apabila upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar Pengadilan melalui lembaga BPSK dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa, maka upaya gugatan melalui Pengadilan baru dapat ditempuh.
Gugatan bisa diajukan oleh konsumen atau ahli warisnya, atau sekelompok konsumen yang memiliki kepentingan yang sama, atau lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, atau pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit (Pasal 46 Angka (1) UU 8/1999).
Jika Saudara dalam memilih developer tersebut karena tertarik atas surat penawaran atau brosur melalui iklan promosi yang diberikan, namun hasil yang didapat tidak sesuai seperti yang dijanjikan, maka ketentuan Pasal 8 Angka (1) Huruf (f) UU 8/1999 dapat diberlakukan, yaitu bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.
Sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 8 UU 8/1999 terdapat di dalam Pasal 62 Angka (1) UU 8/1999, yang pada pokoknya menyatakan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar Rupiah).
Demikian jawaban dari kami, semoga dapat bermanfaat. Salam.
Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H.
Partner pada Law Office ELMA & Partners
www.lawofficeelma.com