"Setiap hari Senin sampai hari Jumat itu belajar dibagi ke dalam 3 sesi yang pertama dan kedua itu anak-anak yang pra SD yang belum sekolah SD paling belajar calistung aja belajar membaca nulis itu free. Kalau ditotal dari sesi 1,2,3 ada 60 anak kurang lebih, kalau di sini pengin dikemas lebih menggembirakan gak usah belajar yang wah gitu pokoknya main aja bebas lah, terarah yang pasti menyenangkan dulu kalau anak-anak dibikinnya seperti itu nggak yang serius," tutur Edi pada tim berbuatbaik.id.
Anak-anak yang belajar di Kampung Buku datang dengan latar belakang yang berbeda-beda. Namun satu yang pasti, mereka datang dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Kehadiran Kampung Buku menjadi kesempatan bagi para orang tua yang ingin memberikan kesempatan kepada anak mereka belajar tanpa perlu mengeluarkan biaya. Salah satu anak di sana bernama Fauzan (6). Ia biasa dipanggil Ojan. Siang itu, ibu dari Ojan, Neti, ceritakan kebahagiaannya melihat perkembangan Ojan berkat belajar di Kampung Buku.
"Alhamdulillah Ojan dari nol sekarang udah bisa, udah lumayan bisa baca bisa tambah-tambahan gitu, gratis alhamdulillah. Dia dari nol belum bisa belum aku TK-in, pokoknya dari nol itu, makanya aku bilang ke gurunya Ojan dari nol ya," ujarnya senang.
Neti bersama suaminya bekerja sebagai pedagang batagor keliling. Pendapatan harian yang tak seberapa membuat Neti dengan senang hati melepaskan Ojan belajar dan bermain di Kampung Buku yang tidak memungut biaya sepeser pun.
Tim berbuatbaik.id juga sempat bertemu dengan salah satu orangtua bernama Lia (31). Lia mendaftarkan tiga anaknya untuk belajar di Kampung Buku. Sama dengan Ojan, perkembangan ketiga anaknya pun sangat baik dalam belajar. Lia dan suami yang berprofesi sebagai tukang ojek juga merasa terbantu dengan hadirnya Kampung Buku.
"Satu bagus dalam pelajaran setelah itu membantu dari segi ekonomi. Maksudnya nggak bayar, gratis gitu kan. Terus anak-anak juga belajarnya sangat nurut ngerti sedikit itu anak-anak ngerti. Terus juga ngajarnya baik juga. Pak Edi nya gurunya juga baik sama anak-anak seperti itu," ungkap Lia.
Tak bisa dimungkiri, meskipun senang melihat tawa ceria anak-anak di Kampung Buku, ada banyak kekhawatiran yang Edi pikirkan mengenai keberlangsungan Kampung Buku. Salah satunya adalah ancaman longsor yang menghantui bangunan Kampung Buku.
Sudah lebih dari 10 tahun bangunan Kampung Buku berdiri, pergerakan tanah yang menopang bangunan pun tak bisa dihindari. Setidaknya, tanah yang bergeser semakin ke bawah terukur sudah mencapai angka 8 cm. Edi sudah sempat mengatasinya dengan meminta bantuan RT setempat. Namun, mereka hanya memberi bantuan berupa pagar-pagar bambu yang tak begitu kokoh untuk menahan tanah.
Kekhawatiran ini juga dirasakan oleh Lia. Salah satu anaknya yang masih kecil aktif sekali bermain di sekitar tangga dan memanjat tembok pembatas antara bangunan Kampung Buku dengan kali di belakangnya.
"Ada kak sama saya selalu ada untuk anak-anak kan kadang suka naik-naik di situ takutnya jatuh atau apa gitu cuma anakku kan kadang-kadang ke tangga dari sini di situ juga takut sih. Aku kan kalau misalnya dibantu sih sangat senang ya karena kan untuk keamanan anak juga. Karena rata-rata anak-anak di sini masih kecil yang ngikutin belum ada nalar banget," cemas Lia.
Saat ini Kampung Buku membutuhkan uluran tangan #sahabatbaik untuk menyelamatkan bangunannya dari ancaman longsor. Oleh karena itu, kamu bisa berkontribusi lewat donasi di berbuatbaik.id. Donasi yang kamu beri akan 100% tersalurkan kepada Kampung Buku. Ayo terus berbuat baik dan bantu selamatkan Kampung Buku.
(kny/imk)