Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) mengatur pembentukan kawasan aglomerasi. Penataan kawasan aglomerasi Jakarta menjadi kewenangan Dewan Aglomerasi yang dipimpin oleh Wakil Presiden.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan alasan Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh Wapres. Salah satunya, sebab penataan kawasan aglomerasi akan menjadi pembahasan lintas menteri koordinator (menko).
"Karena ini persoalan lintas menko, nggak bisa ditangani satu orang menko. Nggak mungkin semuanya diserahkan kepada presiden, wapres lah sebagai ketua dewannya," kata Tito dalam diskusi bertajuk 'Ada Apa Dengan Daerah Khusus Jakarta?' di Media Center Indonesia Maju, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nantinya, kata Tito, pada dewan aglomerasi tersebut diisi oleh menko dan menteri-menteri terkait. Namun, Tito belum merinci lebih detail mengenai siapa saja yang menjadi bagian dalam Dewan Kawasan Aglomerasi nantinya.
Kemudian, Tito menjelaskan terkait rencana pembentukan kawasan aglomerasi yang tertuang dalam draf RUU DKJ. Menurut Tito, sejatinya Jakarta memang merupakan kawasan aglomerasi.
"Jadi aglomerasi ini satu kumpulan daerah itu, ini nggak bisa dihindarkan di Jakarta dan sekitarnya. Kita semua udah tahu, Jakarta bukan suatu daerah yang terisolasi dengan batas alam," ucap Tito.
"Ini ada salah satellite cities sama seperti Tokyo, satellite cities Bekasi, Tangerang, Depok. Nah ini sudah menjadi satu kehidupan di dalam satu aglomerasi ini masyarakatnya, satu nggak ada batas alam, interaksi sangat tinggi," tambahnya.
Karena itu, Tito menerangkan bahwa banyak persoalan-persoalan yang harus dikerjakan dan harus diharmonisasikan. Mulai dari perencanaan pembangunan, eksekusi, sampai ke evaluasinya.
"Ini aglomerasi perlu dilakukan kegiatan sinkronisasi, mirip dia seperti Badan Percepatan Pembangunan Papua. Dia tidak eksekusi, bukan eksekutor, jadi hanya mensinkronkan dan mengharmonisasikan perencanaan pembangunan, dan setelah itu melakukan evaluasi, hanya itu," terang Tito.
Adapun perihal eksekusi, lanjut Tito, akan menjadi kewenangan pemerintah daerah. Namun tetap dimonitor dan dievaluasi oleh Dewan Kawasan Aglomerasi.
"Ujungnya tetap harus melapor kepada presiden, harus. Ngelapor kepada presiden tentang apa-apa, kalau nggak mampu diatasi oleh wapres bisa melapor juga, yang perlu diambil alih oleh presiden. Misalnya kan mengeluarkan perpres atau peraturan pemerintah dalam rangka menyelesaikan persoalan-persoalan dan mempercepat pembangunan," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:
Sebagai informasi, dalam draf RUU DKJ yang diterima detikcom, Selasa (5/12), dijelaskan bahwa Jakarta menjadi pusat perekonomian nasional dan kawasan aglomerasi. Pembangunan DKJ akan disinkronkan dengan kawasan aglomerasi. Hal ini diatur dalam Pasal 51 ayat 1:
Pasal 51
(1) Untuk mensinkronkan pembangunan Provinsi Daerah Khusus Jakarta dengan daerah sekitar, dibentuk Kawasan Aglomerasi.
Kawasan aglomerasi meliputi Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
Nantinya, kawasan aglomerasi akan diatur oleh Dewan Kawasan Aglomerasi. Dewan Kawasan Aglomerasi ini akan dipimpin oleh Wakil Presiden.
Pasal 55
(1) Dalam rangka mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang kawasan strategis nasional pada Kawasan Aglomerasi dan dokumen perencanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) dibentuk Dewan Kawasan Aglomerasi.
(2) Dewan Kawasan Aglomerasi sebagaimana dimaksud ayat (1) bertugas:
a. mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang Kawasan strategis nasional pada Kawasan Aglomerasi dan Dokumen Rencana Induk Pembangunan Kawasan Aglomerasi; dan
b. mengoordinasikan, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan dalam rencana induk oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
(3) Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh Wakil Presiden.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Kawasan Aglomerasi diatur dengan Peraturan Presiden
Adapun dalam Pasal 64 ditegaskan bahwa Ibu Kota Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta saat ini tetap menjadi Ibu Kota Provinsi Daerah Khusus Jakarta sampai dilakukan perubahan menurut undang-undang ini.