Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan bahwa dalam Rancangan Undang-Undang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) versi pemerintah, pemilihan Gubernur DKI Jakarta tetap melalui pilkada. Hal itu berbeda dengan RUU DKJ versi DPR RI, ketika Gubernur DKI Jakarta dipilih langsung presiden.
Tito mengaku pihaknya juga telah menyerahkan draf RUU DKJ versi pemerintah kepada DPR. Karena itu, Tito memastikan tetap bersikap pada posisinya.
"Isu yang berkembang dari draft RUU versi DPR bahwa Gubernur DKI Jakarta ditunjuk oleh presiden. Sementara, di draf (versi) pemerintah tidak ada," kata Tito dalam diskusi bertajuk 'Ada Apa dengan Daerah Khusus Jakarta?' di Media Center Indonesia Maju, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Plin-plan RUU Jakarta Politikus Senayan |
Karena itu, Tito meluruskan dan menegaskan bahwa urusan pemilihan Gubernur DKI Jakarta tidak pernah diotak-atik oleh pemerintah dalam draf tersebut. Tito mengatakan pemilihan Gubernur Jakarta harus dilakukan secara transparan demi menghormati prinsip demokrasi.
"Jadi saya mau tegaskan betul bahwa draf pemerintah itu tidak pernah mengotak-atik soal mekanisme rekrutmen kepala daerah tetap seperti sebelumnya, melalui pilkada, 50 persen plus 1," kata Tito.
"Kita nggak merubah itu, tetap seperti itu. Wali kota, bupati pun tetap juga seperti itu, ditunjuk oleh gubernur, kita nggak merubah," tegas Tito.
Lebih lanjut, Tito menyebut sudah mengetahui tentang berbagai aspirasi perihal penunjukan Gubernur atau Wakil Gubernur DKI. Salah satunya soal usulan putra-putri asli Betawi yang menempati posisi itu.
Kendati begitu, Tito mengatakan belum mendengar langsung usulan tersebut. Termasuk, alasan DPR yang menyarankan agar jabatan Gubernur Jakarta nantinya ditunjuk oleh presiden.
"Tapi saya belum tahu pasti alasannya, yang jelas pada kami posisi pemerintahan sama juga nantinya pada pembahasan DPR melalui mekanisme pilkada seperti ini, tidak berubah. Nantinya bisa diikuti lah, kalau saya yang diperintahkan untuk mewakili pemerintah, saya akan menyuarakan yang sama," imbuhnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:
Masih dalam kesempatan yang sama, mantan Kapolri itu menanggapi soal adanya dua opsi nama bagi Jakarta nantinya. Tito mengatakan lebih setuju Jakarta memakai nama Daerah Khusus Jakarta (DKJ) dari pada Daerah Khusus Ekonomi Jakarta.
"Ya daerah khusus Jakarta dan daerah ekonomi Jakarta. Sementara nih kalau kami berpendapat bahwa dari pemerintah ya, namanya Daerah Khusus Jakarta," jawab Tito.
Menurut Tito, Jakarta tidak hanya sebagai pusat perekonomian, tapi juga menjadi pusat bisnis, infrastruktur, jasa, keuangan, lingkungan, dan lainnya.
"Kalau seandainya ekonomi, seolah-olah hanya menjadi pusat ekonomi saja, kita ingin Jakarta menjadi pusat yang lain, kecuali pusat politik gitu," ujar Tito.
"Kemudian ya mungkin pusat digitalisasi juga bisa, pusat ekonomi kreatif bisa-bisa aja, nggak hanya sekedar di bidang ekonomi. Tapi apa pun juga kan namanya demokrasi, soal nama nanti kita bahas bersama," imbuhnya.