Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN DKI) tidak menerima gugatan sejumlah jaksa Zulhadi Savitri Noor dkk terkait Surat Keputusan Jasa Agung Nomor 87 Tahun 2023. SK Jaksa Agung yang digugat tersebut berisi tentang pemberian kenaikan pangkat pengabdian, pemberhentian, dan pemberian pensiun pegawai negeri sipil yang mencapai batas usia pensiun serta pemindahan pegawai negeri sipil Kejaksaan Republik Indonesia, yang terbit pada 20 Maret 202.
"Dalam pokok perkara menyatakan gugatan para penggugat tidak diterima," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana ketika menyampaikan amar putusan PTUN DKI, Kamis (7/12/2023).
Selanjutnya, apabila ada pihak yang tidak sependapat dengan putusan tersebut, dapat mengajukan upaya hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sidang putusan tersebut digelar pada Rabu (6/12), yang dihadiri oleh Tim Jaksa Pengacara Negara pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM DATUN) yang terdiri atas S Djoko Rahardjo, Haryono, Ida Normalasari, Annissa Kusuma Hapsari, dan Rizky Mariani.
Sebelumnya, UU 11/2021 tentang Kejaksaan 'mempensiundinikan' jaksa dari 62 tahun menjadi 60 tahun menuai polemik tidak berkesudahan. Awalnya aturan ini digugat sejumlah jaksa Mahkamah Konstitusi (MK) dan dikabulkan. Karena merasa putusan MK itu belum dipatuhi, sejumlah jaksa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
"Diundangkannya UU 11/2021 menimbulkan permasalahan bagi para jaksa senior yang telah berusia 60 tahun," kata kuasa hukum jaksa, Viktor Santoso Tandiasa, dalam keterangannya, Kamis (3/8/2023).
Dengan berlakunya UU 11/2021 itu, puluhan jaksa mengajukan uji materi atas ketentuan Pasal 40A UU 11/2021 yang mengatur ketentuan peralihan atas pemberlakuan perubahan usia pensiun tersebut ke MK. Pada 11 Oktober 2022, MK mengeluarkan putusan sela dengan menunda keberlakuan aturan usia pensiun. Pada 20 Desember 2023, MK mengabulkan permohonan para pemohon tersebut dan menyatakan bahwa pemberlakuan pensiun terhadap para jaksa yang berusia 60 tahun ditunda hingga 5 tahun ke depan.
"Oleh karenanya, berdasarkan putusan MK tersebut, seharusnya Jaksa Agung mengaktifkan kembali para jaksa senior yang telah dipensiunkan secara paksa terhitung sejak tanggal 1 Januari 2022 hingga 20 Desember 2022," papar Viktor Santoso Tandiasa.
Namun, menurut Viktor, putusan MK itu tidak dilaksanakan sepenuhnya. Jaksa Agung hanya mengaktifkan kembali dan memulihkan hak-hak kepegawaian dari 25 jaksa yang dihitung sejak putusan sela 11 Oktober 2022 hingga putusan akhir 20 Desember 2022.
"Padahal ada sekitar 147 jaksa yang harusnya diaktifkan kembali dan menerima hak-hak kepegawaiannya pasca-putusan Nomor 70/PUU-XX/2022," ujar Viktor.
Atas hal itu, puluhan jaksa senior kembali maju ke MK untuk meminta penjelasan atas pelaksanaan Putusan 70/PUU-XX/2022 ke MK. Pada 25 Mei 2023, MK mengeluarkan putusan dan menjelaskan, bila putusan Nomor 70/PUU-XX/2022 yang pada pokoknya terhadap jaksa yang telah diberhentikan terhitung sejak 1 Januari 2022 sampai 20 Desember 2022.
"Namun, pasca-diputusnya perkara Nomor 37/PUU-XXI/2023, Jaksa Agung tetap tidak melaksanakan kedua putusan MK tersebut dengan benar sebagaimana amanat dalam pertimbangan hukumnya," ucap Viktor.
Atas hal itu, jaksa Zulhadi Savitri Noor dkk menempuh upaya untuk menggugat Jaksa Agung ke PTUN Jakarta. Penggugat menduga kejaksaan telah melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad) karena tidak melaksanakan putusan MK dengan benar.
"Sudah didaftarkan pada 31 Juli 2023 dan juga menggugat Keputusan Jaksa Agung Nomor 87 Tahun 2023 karena bertentangan dengan Putusan MK Nomor 70/PUU-XX/2022 dan Putusan Nomor 37/PUU-XXI/2023 yang didaftar pada 2 Agustus 2023," pungkas Viktor.
(yld/dhn)