Konsep hidup minimalisme ibarat oase bagi seorang Cynthia Suci Lestari. Ibu dua anak ini merasa 'diselamatkan' oleh minimalisme setelah sekian lama terjebak dalam spiral konsumsi yang tak berkesudahan. Oleh karena itulah, kini ia ingin berbagi pandangan tentang minimalisme ke khalayak luas lewat komunitas dan media Lyfe With Less.
Bermula pada 2018, perilaku konsumtif Cynthia membuat kondisi finansialnya memburuk, sehingga mengharuskan ia menjual beberapa koleksi kosmetiknya. Lambat laun, ia justru merasa nyaman dengan koleksi kosmetik yang berkurang. Kamar yang sebelumnya penuh sesak, kini terasa lebih lapang.
Suasana nyaman dan tenang itu yang akhirnya membuat Cynthia mencari tahu lebih dalam tentang minimalisme di internet. Ia pun mendalami apa itu perspektif minimalisme dan bagaimana seseorang bisa fokus ke hal-hal esensial dalam hidup dengan mengurangi berbagai distraksi.
Sejak saat itu, Cynthia aktif menyuarakan tentang minimalisme di akun media sosialnya. Namun, ia justru mendapat banyak cibiran. Tanggapan negatif yang didapatnya membuat Cynthia menyadari adanya kesalahpahaman mengenai konsep minimalisme di Indonesia.
"Kita tahu orang-orang Jepang itu selalu display minimalisme sebagai gaya hidup di mana hanya ada satu orang yang hidup dengan misalkan satu tempat tidur, di bawah. Kemudian satu laptop, kemudian bajunya mungkin lima potong aja, gitu ya. Nah, dari situ, karena memang orang Indonesia merasa seperti itu, aku ngeliat nggak kok sebenarnya minimalisme itu tidak harus seekstrem itu," ujar Cynthia.
Keresahan Cynthia mendorongnya membuat akun Lyfe With Less. Melalui platform ini, ia ingin membuktikan, bahwa minimalisme dapat disesuaikan dengan budaya setempat. Untuk itu, Cynthia memulai dengan kampanye bijak berkonsumsi. Ia juga menekankan pentingnya membatasi konsumsi yang tidak esensial, memperbaiki barang sebelum membeli yang baru, dan memprioritaskan kualitas daripada kuantitas.
"Jadi punya mindset quality over quantity di mana kita lebih milih barang-barang yang memang berkualitas, tapi bisa pemakaiannya itu lebih lama dibanding mungkin barang-barang yang kurang berkualitas tapi secara quantity bisa dapat banyak," ungkapnya dalam program Sosok detikcom (20/11).
Bagaimanapun, Cynthia menyadari, tidak mungkin ia menjadi minimalis yang 'sempurna'. Cynthia mengakui, seiring dengan bertambahnya anggota keluarga, ia perlu menambah jumlah konsumsinya. Baginya, menambah konsumsi tidak lantas membuat seseorang gagal menjadi minimalis. Sebab, prinsip-prinsip minimalisme masih bisa diaplikasikan dalam kondisi tersebut.
"Misalnya, oke, ada kebutuhan anak, memiliki pakaian. Seberapa banyak sih pakaian yang harus dimiliki sama anak, yang dibutuhkan sama anak? Apakah harus kita beli sebanyak mungkin karena anak pertama? Atau mungkin bisa kita batasi pakaiannya sesuai dengan konsep minimalis," terang Cynthia.
Kini, Cynthia telah memetik manfaat hidup minimalis. Rumah rapi, pengeluaran terkendali, hingga hati yang tenteram.
Cynthia tak ingin manfaat tersebut berhenti pada dirinya seorang. Ia pun semakin semangat mengedukasi soal minimalisme. Melalui Lyfe With Less, Cynthia berharap semua orang bisa memulai perjalanan minimalisme dengan caranya masing-masing.
"Pakai yang ada, ada di rumah kita. Pakai sampai habis, pakai yang sudah kita beli sebelumnya, pakai sampai rusak. Manfaat dari barang yang kita punya sampai dengan barang itu habis manfaatnya, sampai dengan ia rusak. Kita bisa belajar jadi minimalis tuh dari rumah, tanpa harus ngeluarin biaya apapun kan," pungkas Cynthia.
(nel/vys)